Rabu, 07 September 2011

Anotasi

Definitions of citizenship
W. Kymlicka, W. Norman
Return to the Citizen: A Survey of Recent Work on Citizenship Theory. In: R. Beiner (ed.) Teorizing Citizenship,
State University of New York Press, 1995, p.301.
"Citizenship is not just a certain status, defined by a set of rights and responsibilities. It is also an identity, an expression of one’s membership in a political community" (Kymlicka and Norman)
Komentar
"Kewarganegaraan bukan hanya satu status tertentu, yang digambarkan oleh satu kumpulan hak dan tanggung-jawab. Ini juga satu identitas, satu ungkapan dalam suatu keanggotaan masyarakat politis" ( Kymlicka dan Norman).
Definitions of citizenship
T. H. Marshall
Class, Citizenship and Social Development,
Chicago, University of Chicago Press, 1973.
"Citizenship is a status bestowed on all those who are full members of a community. All who possesses the status are equal with respect to the rights and duties with which the status is endowed. There are not universal principles that determine what those rights and duties shall be, but societies in which citizenship is a developing institution create an image of ideal citizenship against which achievement can be directed ... Citizenship requires a direct sense of community membership based on loyality to a civilisation which is a common possession. It is a loyality of free men endowed with rights and protected by a common law" (Marshall)
Komentar
"Kewarganegaraan adalah satu status yang dianugerahkan untuk semua pada mereka adalah anggota penuh dari satu masyarakat. Semua yang menguasai status adalah sama berkenaan dengan tugas dan hak dimana status diberikan. Tidak ada prinsip yang universal yang menentukan apa yang itu tugas dan hak yang menjadi keharusan, tetapi masyarakat di mana Kewarganegaraan adalah satu institusi yang mengembangkan, menciptakan satu gambaran dari Kewarganegaraan ideal dibanding dengan prestasi yang dapat diarahkan…. Kewarganegaraan memerlukan satu pengertian langsung dari keanggotaan masyarakat yang didasarkan pada kesetiaan untuk satu peradaban adalah pemilihan umum. Ini merupakan suatu kesetiaan manusia yang hanya diwarisi dengan hak dan dilindungi oleh hukum" ( Marshall).
Definitions of citizenship
J. M. Barbalet
Citizenship: Rights, Struggle and Class Inequality,
Minneapolis, University of Minnesota Press, 1988
"Citizenship is the involvement in public affairs by those who had the rights of citizens" (Barbalet)
Komentar
"Kewarganegaraan adalah keterlibatan di muka umum oleh mereka yang mempunyai hak dari warganegara. ( Barbalet).
Definitions of citizenship
O. Ichilov,
Paterns of Citizenship in a Changing World. In: O. Ichilov (ed.) Citizenship and Citizenship Education in a Changing World, London, The Woburg Press, 1998, p.11.
"Citizenship is a complex and multidimensional concept. It consists of legal, cultural, social, and political elements, and provides citizens with defined rights and obligations, a sense of identity, and social bonds" (Ichilov )
Komentar
"Kewarganegaraan adalah satu konsep kompleks dan multidimensional. Itu terdiri dari hukum, sosial , budaya, dan unsur-unsur politis, dan menyediakan warganegara dengan hak dan kewajiban yang digambarkan, satu pengertian dari identitas, dan ikatan sosial" ( Ichilov).
Definitions of citizenship
M. Janowitz
The Reconstruction of Patriotism. Education for Civic Conciousness, Chicago, The University of Chicago Press, 1983.
"Citizenship concerns the political relations between the individual and the State" (Janowitz)
Komentar
"Kewarganegaraan berhubungan dengan hubungan politis diantaranya individu dan negara" ( Janowitz).
Definitions of citizenship
J. Habermas
The Structural Transformation of the Public Sphere,
Oxford, Polity Press, 1994.
"Citizenship is the peaceful struggle through a public sphere which is ’dialogical" (Habermas)
Komentar
"Kewarganegaraan adalah perjuangan yang tenang melalui suatu lapisan publik adalah “dialogical" ( Habermas).
Definitions of citizenship
B. S. Turner
Citizenship and Social Theory, London, Sage, 1993.
"Cifizenship concerns the legalities of entitlements and their political expression in democratic polities" (Turner)
Komentar
"Kewarganegaraan berhubungan dengan legalitas pemberian judul dan ungkapan politis mereka di dalam pemerintahan demokratis" ( Turner).
Definitions of citizenship
R. Dahrendorf,
Citizenship and Beyond: The Social Dynamics of an Idea.
Social Research, 1994, vol.41.
"Citizenship is a non-economic concept which involve the practice of both fundamental or civil rights and enabling rights (political and social rights)" (Dahrendorf)
Komentar
"Kewarganegaraan adalah satu konsep non economic yang melibatkan praktek dari kedua-duanya hak-hak warga negara atau pokok dan hak buka peluang (hak sosial dan politis)" ( Dahrendorf).
Definitions of citizenship
F. Hayek
Studies in Philosophy, Politics and Economics,
London, Routledge, 1967.
"Citizenship is the practice of a moral code - a code that has concern for the interests of others - grounded in personal self-development and voluntary co-operation rather then the repressive compulsive power of the State intervention" (Hayek)
Komentar
"Kewarganegaraan adalah praktek dari satu kode moral - satu kode yang sudah berhubungan dengan untuk minat dari yang lain - pengembangan diri pribadi dan didasarkan pada kerjasama sukarela kemudian agak represif memaksa kehebatan Intervensi Negara" ( Hayek).


Definitions of citizenship
Cesar Birzea, 2002
Citizenship, Youth and Europe, Tool kit 7,
Council of Europe and European Commission partnership
“Citizenship is the active membership and participation of individuals in society who are entitled to rights and responsibilities and who have the capacity to influence politics. Therefore citizenship has to be more than a political and juridical status; it also is a social role.” (Cesar Birzea, 2002)
Komentar
“Kewarganegaraan adalah keanggotaan aktif dan partisipasi dari perorangan dalam pergaulan yang adalah memberi judul untuk tepat dan tanggung jawab dan yang mempunyai kapasitas ke pengaruh kebijakan. Oleh sebab itu kewarganegaraan mempunyai untuk lebih dari sebuah politik dan status yang berkenaan dengan hukum; itu juga adalah sebuah peran sosial.” (Cesar Birzea, 2002)
Definitions of citizenship
T. H. Marshall (1950)
CITIZENSHIP IDENTITY AND SOCIAL INEQUALITY
Gabriel de la Paz :IFE
T. H. Marshall (1950) defined citizenship as ‘full membership of a community’. According to him, citizenship is constituted by three elements: civil, political and social (which are resumed in the following scheme)
Citizenship Element
Definition
Innstitusions more closely associated
Civil Rights
Rights necessary for individual freedom liberty of the person, freedom of speech, thought and faith, the right to own property and to conclude valid contracts, and the right to justice
Courts of justice
Political Rights
Right to participate in the exercise of political power, as a member of a body invested with political authority or as an elector of the members of such a body
Parliament and
councils of local
government
Social rights
The right to a modicum of economic welfare
and security
Educational system
and social services
Komentar
Kewarganegaraan yang digambarkan sebagai kaanggotaan penuh dari suatu masyarakat ,menurut dia adalah kewarganagaraan didasarkann oleh tiga unsur yaitu : Sipil, Politik, Sosial yang dilanjutkan dengan rencana berikut :
Elemen kewarganegaraan
Definisi
Institusi yang dihubungkan
Hak Sipil
Hak yang penting bagi kebebasan yang individu, kebebasan orang, kebebasan untuk berbicara dan memeluk kepercayaan, hak untuk memiliki harta benda dan untuk membuat perjajian yang sah, dan hak untuk keadilan
Pengadilan
Hak politik
Hak-hak untuk mengambil bagian di dalam kekuasaan politis, sebagai anggota dari satu badan dengan menginvestasikan otoritas politis atau sebagai satu pemilih anggota-anggota dari badan seperti itu.
Parlemen dan dewan perwakilan daerah
Hak Sosial
Hak dalam jumlah kecil dari kesejahteraan ,ekonomi dan keamanan.
Sistem pendidikan dan pelayanan masyarakat
Definitions of citizenship
Gould, J. & Koib, W.L. eds. (1964).
A Dictionary of the Social Sciences.
New York: The Free Press
Gould and KoIb (1964:88) defined citizenship as a ‘relationship existing between a natural person and political society, known as a state, by which the former owes allegiances and the latter protection.’
Komentar
Gould dan KoIb menggambarkan kewarganegaraan sebagai suatu ‘hubungan yang ada antara orang dan masyarakat politik secara alami, yang dikenal sebagai suatu negara, dimana pembentuk berhutang kepada kesetiaan-kesetiaan dan perlindungan.’


Definitions of citizenship
Heywood (1950)
CITIZENSHIP IDENTITY AND SOCIAL INEQUALITY
Gabriel de la Paz :IFE
A “citizen” is a member of a political community, which is defined by a set of rights and obligations. “Citizenship therefore represents a relationship between the individual and the state, in which the two are bound together by reciprocal rights and obligations” (Heywood 1994:155).
Komentar
“ warganegara” adalah satu anggota dari satu masyarakat politis, yang digambarkan oleh satu kumpulan hak dan kewajiban. oleh karena itu “Kewarga negaraan” merepresentasikan satu hubungan antar setiap dan status, di mana keduanya terikat bersama-sama oleh timbal balik hak dan kewajiban” (Heywood 1994:155).
Citizenship
Fachruddin. (2005).
Educating for Democracy: Ideas and Practices of Islamic Civil Society Association in Indonesia.
Dissertation at University of Pittsburgh: Not published.
Citizenship refers to an identity or an attribute that encourages individuals to think of themselves as being part of a society or a state. Citizenship is also a fundamental identity that helps situate individuals in society (sense of citizenship) (Hindess, 2003; Lister, Smith & Middleton, 2003). Citizenship is also a status (full membership of a state) conferred by nation states, which carries rights (the horizontal aspect) and responsibilities or consequences (the vertical aspect) (Osler & Starkey, 2002; Zilbershats, 2002: 3). Fachrudin (2005:3 1)
Komentar
Dengan mengutip beberapa pendapat. Fachrudin mengemukakan bahwa kewarganegaraan mengacu pada satu identitas atau atribut yang mendorong individu untuk berpikir tentang diri mereka sebagai bagian dan suatu masyarakat atau suatu negara. Kewarganegaraan adalah juga suatu identitas fundamental yang membantu individu di dalam masyarakat (perasaan kewarganegaraan). Kewarganegaraan adalah juga suatu status (keanggotaan penuh dan suatu negara) yang dirundingkan oleh negara bangsa, yang membawa hak-hak (aspek horisontal) dan tanggung jawab atau konsekuensi- konsekuensi (aspek vertikal)


Active citizenship
Bryony Hoskins
Report of from the
Active Citizenship for Democracy conference
Participation in civil society, community and or political life, characterised by mutual respect and non-violence and in accordance with human rights and democracy.
Komentar
Partisipasi masyarakat sipil di dalam, komunitas dan atau kehidupan politik, oleh karakteristik timbal balik menghormati dan tidak melakukan kekerasan di dalam persetujuan dengan hak asasi manusia dan demokrasi (Bryony Hoskins)


Citizenship Participation
Lister (1998:228)
John Gaventa and Camilo Valderrama
Participation, Citizenship and Local Governance Background note prepared for workshop on .Strengthening participation in local governance.
Institute of Development Studies, June21-24, 1999
….Citizenship as participation can be seen as representing an expression of human agency in the political arena, broadly defined; citizenship as rights enables people to act as agents. (Lister 1998:228: Gaventa and Valderrama:1999;4).
Komentar
Keikutsertaan sebagai warganegara dapat dilihat seperti mewakili satu ungkapan manusia sebagai agen di dalam gelanggang politis yang dengan luas menggambarkan kewarganegaraan sebagai hak memberdayakan orang-orang untuk bertindak sebagai agen.
Citizen Participation
D.Agostino, Maria J. (2006).
Social Capital: Lessons from a Service-Learning Program.
Center For Civic Engagement. Park University International
Citizen participation is fundamental to democratic governance. The problem has been addressed in the citizen participation literature in a myriad of ways. Including the use of technology to involve citizens in the decision making process. (D’Agostino, 2006:2)
Komentar
Partisipasi warganegara adalah hal fundamental dalam tata pemerintahan yang demokratis Masalah sudah ditujukan di dalam partisipasi warganegara dalam banyak cara. Termasuk di dalamnya pemakaian teknologi untuk melibatkan warganegara dalam proses pengambilan keputusan.


Conceptions of Citizenship
Osborne, Kenneth et al. (1999).
“Citizenship Education: An Introduction to Citizenship Education.”
The Centre for Canadian Studies at Mount Allison University.
Most experts agree that citizenship involves a number of interrelated skills, beliefs and actions. Osborne identifies five elements that constitute citizenship and that influence outcomes typically represented in curriculum. These elements are described in the chart on the following page. (Osborne, Kenneth et al., 1999).
Element of Citizenship
Nation consciousness or identity
Political literacy
Observance of right and duties
Values
General intellectual skills
· Sense of identity as a national citizen
· Awareness of multiple identieties such as regional culture, ethnis, religious, class, gender
· Sense of global or word citizenship
· Knowledge of the political, legal and social institutions of one’s country
· Understanding of key political and social issue
· Necessary skills and knowledge for effective political participation
· Understanding and belief in basic rights and duties of citizenship
· Understanding of how to deal with and if possible resolve conflicts
· Understanding of sociental values
· Knowledge and skills to deals with conflicting values in acceptable ways
· Literacy and intelctual competence
In Osborne’s view, global citizenship is part of national identity, in which students come to see themselves as members of a world community and learn to balance the claims of nation against claims that transcend national boundaries.
Komentar
Para ahli setuju bahwa kewarganegaraan melibatkan sejumlah keterampilan yang saling berhubungan, kepercayaan dan tindakan-tindakan. Osborne mengidentifikasi lima unsur-unsur yang melembagakan kewarganegaraan dan mempengaruhi hasil-hasil yang pada umumnya mewakili dalam kurikulum. Unsur-unsur itu sebagaimana tergambar dalam tabel di atas.
Dalam pandangan Osborne, kewarganegaraan global adalah bagian dan kepribadian nasional, di mana para siswa datang untuk melihat din mereka sebagai anggota suatu masyanakat dunia dan belajar untuk menyeimbangkan klaim-klaim tentang bangsa terhadap klaim-klaim bangsa lintas nasional.


Citizen and Citizenship
Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998).
Citizenship Education For the 21st Centry: Sefting the Context.
London: Kogan Page
A citizen was defined as ‘a constituent member of society’. Citizenship, on the other hand, was said to be ‘a set of characteristics of being a citizen’. And finally, citizenship education, the underlying focal point of the study, was defined as ‘the contribution of education to development of those characteristics of being a citizen’. (Cogan and Derricott, 1998:13)
Komentar
Warganegara adalah anggota suatu masyarakat. kewarganegaraan adalah seperangkat karakteristik yang terdapat dalam warganegara. Dan pendidikan kewarganegaraan adalah kontribusi pendidikan untuk mengembangkan karakteristik-karakteristik untuk menjadi warganegara.
Attributes of Citizenship
Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998).
Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context.
London: Kogan Page
The five attributes of citizenship: 1) a sense of identity, 2) the enjoyment of certain rights, 3) the fulfilment of corresponding obligations, 4) a degree of interest and involvement in public affairs, and 5) an acceptance of basic societal values. All five are conveyed through a wide variety of institutions, both governmental and non governmental, including the media, but they are usually seen as a particular responsibility of the school. Citizenship education, in the broadest sense, is an important task in all contemporary societies. (Cogan and Derricot, 1998: 2-3)
Komentar
Secara konseptual, seorang warganegara seyogyanya memiliki lima ciri utama, yaitu: 1 ) jati diri, 2) kebebasan untuk menikmati hak tertentu, 3) memenuhi kewajiban-kewajiban terkait, tingkat minat dan, 4) keterlibatan dalam urusan publik, 5 ) tingkat dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan. Kesemuanya disampaikan melalui bermacam institusi, baik pemerintahan maupun non pemenintahan. termasuk media, tetapi hal tersebut biasanya dilihat sebagai bagian dan tanggung jawab sekolah. Pendidikan kewarganegaraan, dalam pengertian yang luas, adalah tugas yang penting di dalam semua masyarakat masa ini.
Karakteristik Warganegara Abad 21
Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998).
Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context.
London: Kogan Page
Eight citizens characteristic
1. the ability to look at and approach problems as a member of a global society
2. the ability to work with others in a cooperative way and to take responsibility for one’s roles/duties within society
3. the ability to understand, accept, appreciate and tolerate cultural differences
4. the capacity to think in a critical and systemic way
5. the willingness to resolve conflict and in a non-violent manner
6. the willingness to change ones lifestyle and consumption habits to protect the environment
7. the ability to be sensitive towards and to defend human rights (eg. rights of women. ethnic minorities. etc), and
8. the willingness and ability to participate in politics at local, national and international levels (Cogan and Derricott, 1998:115)
Komentar
Karakteristik warganegara abad ke-21 adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global
2. Kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat
3. Kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya
4. Kemampuan berpikir kritis dan sistematis
5. Memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb
6. Kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan
7. Kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan
8. Kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional
Multidimensional Citizenship
Patricia Kubow, David Grossman and Akira Ninomiya
Multidimensional citizenship: educational policy for the 21st Century. p.115
Multidimensional citizenship, this term is intended to describe the complex, multifaceted conceptualization of citizenship and citizenship education that will be needed if citizens are to cope with the challenges. (1999:115)
Komentar
Kewarganegaraan multudimensional, istilah ini untuk menggambarkan kompleksitas, konseptualisasi bersegi banyak dan kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan yang diperlukan warganegara untuk keluar dan tantangan.


Multidimensional Citizenship
Cogan, JJ.& Derricott, 1998 ;
Citizenship For The 21st Century, London: Kogan Page Limited.
Thus the central recommendation emerging from this study is that future education policy must be based upon a conception of what we describe as multi dimensional citizenship appropriate to the needs and demeus of the early part 21 century. This conception must permeate all aspects of education, included curriculum and pedagogy, governance and organization, and school community relationships. (Cogan&Derricot,1998:11)
Komentar
Rekomendasi yang disampaikan oleh pusat studi adalah masa depan kebijakan Bidang pendidikan, yaitu harus disesuaikan dengan konsepsi dan jenis yang kita sebut multi dimensional Konsepsi ini barus menyebar keseluruh áspek pendidikan yang mencakup kurikulum dan pengajaran, pemerintahan, organisasi


Dimension of Multidimensional Citizenship
Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998).
Citizenship Education For the 21st Century: Sefting the Context.
London: Kogan Page
The four dimensions embodied in our conceptualization of multidimensional citizenship are personal, social, temporal and spatial. (Cogan and Derricott, 1998:11).
Komentar
Dalam pandangan Cogan dan Dericot, kewarganegaraan multidimensional dikonsepsikan atas empat dimensi, yaitu personal, sosial, temporal, dan spatial.
Dimentions of Multidimensional Citizenship
Kubow, P. Grossman, D. & Ninomiya, A. (1998).
‘Multidimensional Citizenship: Educational Policy for the 21st Century’,
in J.J. Cogan & R. Derricott, eds. Citizenship for the 21st Century: An international
Perspective on Education,
Kogan Page, London, pp. 115-1 34.
Kubow, Grossman and Ninomiya (1998) argued that only a citizenship education that encompasses four interrelated dimensions, namely personal, spatial, social and temporal, will equip students to meet the challenges of the twenty-first century.
Komentar
Kubow, Grossman dan Ninomiya berpendapat bahwa hanya Pendidikan Kewarganegaraan yang meliputi empat dimensi yang saling berhubungan, yakni personal, spatial, sosial dan temporal, akan mempersiapkan siswa dalam menghadapi tantangan abad ke-21.
Dimensions of citizenship
Citizenship (Stanford Encyclopedia of Philosophy)
(Cohen 1999; Kymlicka and Norman 2000; Carens 2000)
First published Fri 13 Oct, 2006
The concept of citizenship is composed of three main elements or dimensions. The first is citizenship as legal status, defined by civil, political and social rights. Here, the citizen is the legal person free to act according to the law and having the right to claim the law's protection. It need not mean that the citizen takes part in the law's formulation, nor does it require that rights be uniform between citizens. The second considers citizens specifically as political agents, actively participating in a society's political institutions. The third refers to citizenship as membership in a political community that furnishes a distinct source of identity
Komentar
Konsep dari kewarga negaraan adalah terdiri atas tiga dimensi atau unsur-unsur utama. Pertama adalah kewarga negaraan sebagai kedudukan hukum, yang digambarkan oleh hak sosial, sipil dan politis. Di sini, warganegara adalah orang hukum yang di bebaskan untuk bertindak secara hukum dan mempunyai hak untuk menikmati pengakuan, perlindungan hukum. Itu tidak berarti perlu bahwa warganegara ambil bagian dalam perumusan hukum, atau pun itu memerlukan bahwa adalah hak yang seragam antara warganegara. Yang kedua mempertimbangkan warganegara secara rinci sama agen politis, dengan aktip mengambil bagian dalam suatu institusi-institusi politis masyarakat. Yang ketiga mengacu pada kewarga negaraan sebagai keanggotaan dalam suatu masyarakat politis yang melengkapi satu sumber terpisah dari identitas. (Cohen 1999; Kymlicka dan Norman 2000; Carens 2000).
Global Citizen
Louise Douglas. (2002).
“Global Citizenship”. Citizenship Update Institute for Citizenship.
At Oxfam education we feel that our curriculum for global citizenship is an extremely useful planning tool for teachers wanting to help young people make sense of the world and to develop not only knowledge and understanding but also to skills and attitudes to do so. We see a global citizen as someone who:
1. is aware of the wider world and has a sense of their own roles as a world citizen
2. respects and values diversity
3. has an understanding of how the world works economically, politically, socially, culturally, technologically and environmentally
4. is outraged by social injustice
5. participates in and contributes to the community at a large of levels from the local to the global
6. is willing to act to make the world a more equitable and sustainable place
7. takes responsibility for their actions
Komentar
Pada pendidikan Oxfam, kita merasakan bahwa kurikulum untuk kewarganegaraan global telah direncanakan secara ektrem sebagai alat bagi para guru untuk membantu para pelajar memahami dunia dan untuk mengembangkan tidak hanya pengetahuan dan pemahaman tetapi juga keterampilan dan sikap. Kita memandang warganegara global sebagai orang yang:
1. menyadari dunia secara luas dan mempunyai suatu perasaan dan peran-peran mereka sendiri sebagai warga dunia
2. pengakuan terhadap nilai-nilai keberagaman
3. mempunyai satu pemahaman bagaimana dunia bekerja secara ekonomis, politis, sosial, kultural, teknologi dan lingkungan
4. menolak ketidakadilan sosial
5. berpartisipasi dan berperan dalam masyarakat secara luas mulai tingkat local sampai global
6. memiliki kemauan untuk bertindak dan membuat dunia sebagai suatu tempat yang patut
7. bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakan mereka
Global Citizenship
Banks, James A. (2004).
Teaching for Multicultural Literacy, Global Citizenship, and Social Justice.
(Parts of this paper are adapted from: James A. Banks, “Introduction: Democratic Citizenship Education in Multicultural Societies.” In James A. Banks (Editor). Diversity and Citizenship Education Global Perspectives (pp. 3-15). San Francisco: Jossey-Bass, 2004; and from James A. Banks, “Teaching Literacy for Social Justice and Global Citizenship,” Language Arts 81(1) September2003, pp. 18-19)
Citizenship education should help students develop thoughtful and clarified identifications with their cultural communities and their nation-states. It should also help them to develop clarified global identifications and deep understandings of their roles in the world community. Students need to understand how life in their cultural communities and nations influences other nations and the cogent influence that international events have on their daily lives.
Komentar
Pendidikan Kewarganegaraan perlu membantu para siswa mengembangkan pengetahuan dan identifikasi yang jelas tentang masyarakat, budaya dan negara bangsa mereka. Hal tersebut diperlukan untuk menolong mereka dalam mengembangkan identifikasi global dan pemahaman mendalam tentang peran mereka dalam masyarakat dunia. Para siswa perlu memahami bagaimana hidup di dalam masyarakat budaya mereka dan pengaruh satu negara terhadap negara lain serta keyakinan bahwa kejadian internasional itu berakibat pada hidup mereka sehari-hari
Civic Education
Kerr, David. (1999).
Citizenship Education: An International Comparison.
England: National Foundation for Educational Research-NFER
Citizenship or Civics Education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (through schooling, teaching and learning) in that preparatory process. (Kerr, 1999:2)
Komentar
Pendidikan kewarganegaraan dirumuskan secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warganegara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran. dan belajar dalam proses penyiapan warganegara tersebut.
Civic Education
Branson, Margaret S. (1998).
The Role of Civic Education: A Forthcoming Education Policy Task Force Position
Paper from the Communitarian Network. Washington, DC: Center for Civic Education
Civic Education is an important component of education that cultivates citizens to participate in the public life of a democracy, to use their rights and to discharge their responsibilities with the necessary knowledge and skills. American schools have advanced a distinctively civic mission since the earliest days of this Republic. It was immediately recognized that a free society must ultimately depend on its citizens, and that the way to infuse the people with the necessary qualities is through education. As one step of this education process, higher education has been assuming the mission to foster citizens with the spirit to lead. The literature on this contribution, and civic education in general, is characterized by its broad time range, its composition of diverse voices from all kinds of participating social units (from individual to government), and the existence of rich international and comparative studies. (Branson, 1998)
Komentar
Pendidikan Kewarganegaraan adalah satu komponen pendidikan yang penting yang mengajarkan warganegara untuk mengambil bagian dalam kehidupan demokrasi publik, untuk menggunakan hak-hak mereka dan untuk membebaskan tanggungjawab mereka dengan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan. Sekolah-sekolah Amerika sejak awal Republik ini telah mengedepan suatu misi kewarganegaraan dengan jelas. Suatu masyarakat yang bebas bergantung pada para warganegaranya, dan cara untuk menghasilkan penduduk yang berkualitas adalah pendidikan. Sebagai bagian dan tahap proses pendidikan, pendidikan tinggi mempunyai misi untuk membantu perkembangan para warganegara dengan semangat untuk memimpin. Literatur yang berkontribusi, dan Pendidikan Kewarganegaraan secara umum, ditandai oleh cakupan waktu yang luas, terdini atas komposisi suara yang berbeda dan partisipasi bermacam-macam unit sosial (dan individu ke pemenintah), dan keberadaan sumber dan studi internasional.
Civic Education
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Centerfor Civic Education.
Civic education in a democratic is education in self-government. Self-government means active participation in self-governance, not passive acquiescence in the actions of others.(Quigley and Bahmueller, 1991 :3)
Komentar
Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan dalam pemerintahan otonom, Pemerintahan otonom (sendiri) berarti keikutsertaan aktif di dalam pemerintahan sendiri, bukan persetujuan pasif dalam tindakan-tindakan orang lain.
Civic Education
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Center for Civic Education.
No one’s civic potential can be fulfilled without forming and maintaining an intention to pursue the common good; to protect individuals from unconstitutional abuses by government and from attacks on their rights from any source, public or private; to seek the broad knowledge and wisdom that informs judgment of public affairs; and to develop the skill to use that knowledge effectively. Such values, perspectives, knowledge, and skill in civic matters make responsible and effective participation possible. Fostering these qualities constitutes the mission of civic education. (Quigley and Bahmueller, 1991:3)
Komentar
Tak satupun potensi kewarganegaraan dapat dipenuhi tanpa pembentukan dan pemeliharaan terhadap fiat untuk mengejar kebaikan urnum: perlindungan individu dan pelecehanpelecehan oleh pemerintah dan dan serangan atas hak-hak mereka dan setiap sumber, publik atau pribadi; untuk mencani pengetahuan dan kebijaksanaan yang luas yang menginformasikan penilaian publik affairs; dan untuk mengembangkan keterampilan dalam menggunakan pengetahuan itu secara efektif. Nilai-nilai seperti itu, perspektif, pengetahuan, dan keterampilan dalam hal kewarganegaraan membuat kemungkinan partisipasi yang bertanggungjawab dan efektif. Mengembangkan kualitas ini merupakan misi Pendidikan Kewarganegaraan.
Civic Education
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Center for Civic Education.
Virtue is the principle of republican government... Virtue in a republic is love of one’s country, that is, love of equality. It is not a moral virtue, not a Christian, but a public virtue. (Montesquieu, 1948, in Quigley and Bahmueller, 1991:11)
Komentar
Kebajikan adalah prinsip dan pemerintahan republik. . . kebajikan dalam republik adalah cinta dan negerinya, cinta persamaan. Kebajikan bukanlah suatu kebajikan moral, bukan kebajikan Kristiani, tetapi kabajikan publik.


Civic Education
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Center for Civic Education.
In the CIVITAS curriculum framework, civic virtue is described in terms of civic dispositions and civic commitment.
1. Civic dispositions refer to those attitudes and habits of mind of the citizen that are conducive to the healthy functioning and common good of the democratic system.
2. Civic commitments refer to the freely given, reasoned commitments of the citizen to the fundamental values and principles of American constitutional democracy. (Quigley and Bahmueller, 1991:11)
Komentar
Di dalam kerangka kurikulum CIVITAS, kebajikan kewarganegaraan digambarkan dalam istilah disposisi dan komitmen kewarganegaraan.
1. Disposisi kewarganegaraan mengacu kepada sikap dan kebiasaan-kebiasaan pikiran dan warganegara yang berfungsi bagi sistem demokrasi yang sehat dan kebaikan umum dan.
2. Komitmen kewarganegaraan mengacu kepada kebebasan yang diberikan, komitmen yang rasional dan warganegara terhadap nilai fundamental dan prinsip-prinsip demokrasi konstitutional Amerika.


Civic Education
United Nations Development Programme
Bureau for Development Policy
Democratic Governance Group
Civic Education is generally understood to comprise three elements: civic disposition, civic knowledge and civic skills.
Civic disposition involves citizens:
Developing confidence to be able to participate in civic life
Participating in civic life
Assuming the roles, rights and responsibilities usually associated with citizenship* in democratic systems
Being open, tolerant and responsible in exercising their rights and responsibilities
Civic knowledge means citizens:
Understand their political and civic context
Know their social and economic rights as well as their political and civil rights
Understand the roles, rights and responsibilities of citizenship
Civic skills involve citizens:
Acquiring the ability to explain, analyze, interact, evaluate, defend a position, and monitor processes and outcomes
Using knowledge for informed participation in civic and political processes
Komentar
Pendidikan kewarganegaraan adalah secara umum untuk dipahami meliputi tiga unsur: disposisi kewarganegaraan, ketrampilan kewarganegaraan dan pengetahuan kewarganegaraan.
Disposisi kewarganegaraan ( civic disposition ) melibatkan warganegara:
· Mengembangkan keyakinan untuk mampu mengambil bagian di dalam hidup kewarganegaraan
· Mengambil bagian di dalam hidup kewarganegaraan
· Mengumpamakan peran, hak dan tanggung-jawab yang pada umumnya berhubungan dengan kewarga negaraan di dalam sistem demokratis
· Menjadi terbuka, toleran dan bertanggung jawab dalam melatih hak dan tanggung-jawab mereka
Pengetahuan kewarganegaraan ( civic knowledge ) berarti warganegara:
· Memahami politis mereka dan konteks kewarganegaraan
· Mengetahui hak sosial dan ekonomi mereka seperti juga politis mereka dan hak-hak warga negara
· Memahami peran-peran, tanggung-jawab dan hak dari kewarga negaraan
Ketrampilan kewarganegaraan ( civic skills) melibatkan warganegara:
· Memperoleh kemampuan untuk meneliti, menjelaskan, saling berhubungan, mengevaluasi, mempertahankan satu posisi, dan memonitor dan memproses hasil-hasil
· Menggunakan pengetahuan untuk keikutsertaan kewarganegaraan yang diberitahukan di dalam dan proses-proses politis


Civic Education
Jack Allen,1960,
dalam Somantri N.M. 2001: 263
“ Civic Education, property defined, as the product, of the entire program of the school, certainly not simply of the social studies program and assuredly not merely of a course of civics. But civics has an important function to perform, It confronts the young adolescent for the first time in his school experience with a complete view of citizenship functions, as rights and responsibilities in democratic context”.
Komentar :
PKN didefinisikan sebagai hasil seluruh program sekolah, bukan merupakan program tunggal ilmu-ilmu sosial, dan bukan sekedar rangkaian pelajaran tentang kewarganegaraan. Tetapi kewarganegaraan mempunyai fungsi penting untuk melakukan, yaitu menghadapkan remaja, peserta didik pada pengalaman di sekolahnya tentang pandangan yang menyeluruh terhadap fungsi kewarganegaraan sebagai hak dan tanggung jawab dalam suasana yang demokratis.
Civic Education
NCCS, 1994
Standard Curriculum for Social Studies Washington
… the promotion of civic competence which is the knowledge, skill and attitudes required of students to be able to assume the office of citizen (NCCS, 1994:3)
Komentar :
Bahwa pendidikan kewarganegaraan yang secara tersurat diartikan sebagai pengemban civic competence atau kemampuan sebagai warganegara yang memerlukan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk berperan serta dalam kehidupan demokrasi


Civic Participation
Program: HUMAN RIGHTS
DEMOCRACY AND HUMAN RIGHTS FUNDS PROGRAM CRITERIA
Definition: Strengthen the legal, regulatory, institutional, and information environment which protects and enables the growth in associational life and the development of independent and sustainable civil society organizations (CSOs). Build the capacity of civil society organizations to act as agents for reform and support their participation in democratic decision-making through articulating and representing their membersinterests, engaging in service delivery, and advocating for issues which become part of the public agenda and are reflected in public policies. Encourage the strengthening of a civic culture which supports democratic institutions and processes, active participation in political and civic life, and the civic virtues of tolerance, pluralism, compromise, trust, and respect for individual rights, including gender equality.
Komentar
Definisi: Memperkuat hukum, yang kelembagaan , pengatur, dan lingkungan informasi yang melindungi dan memberdayakan pertumbuhan di dalam hidup hubungan dan pengembangan bebas dan organisasi-organisasi masyarakat sipil dapat (CSOs). Membangun kapasitas organisasi-organisasi masyarakat sipil untuk bertindak sebagai agen-agen untuk perubahan dan mendukung keikutsertaan mereka di dalam pengambilan keputusan demokratis melalui melafalkan dan mewakili minat anggota mereka, mulai bekerja melayani penyerahan, dan mendukung untuk isu-isu yang menjadi bagian dari agenda publik dan dicerminkan di muka umum melalui kebijakan-kebijakan. Mendorong memperkuat satu kultur kewarganegaraan yang mendukung institusi-institusi demokratis dan proses-proses, keikutsertaan aktip di dalam politis dan hidup kewarganegaraan, dan kebaikan-kebaikan kewarganegaraan dari toleransi, pruralisme kompromi, kepercayaan, dan menghormati untuk hak yang individu, termasuk persamaan jenis kelamin.
The Reason and Aim Civic Education
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Center for Civic Education.
The first and primary reason for civic education in a constitutional democracy is that the health of the body politic requires the widest possible civic participation of its citizens consistent with the public good and the protection of individual rights. The aim of civic education is therefore not just any kind of participation by any kind of citizen; it is the participation of informed and responsible citizens, skilled in the arts of deliberation and effective action. (Quigley and Bahmueller, 1991:3).
Komentar
Alasan pertama dan utama untuk Pendidikan Kewarganegaraan dalam demokrasi konstitutional adalah bahwa negara hukum yang sehat memerlukan partisipasi warganegara yang luas, yang konsisten dengan warganegara yang baik dan perlindungan hak-hak individu. Tujuan dan Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya segala hal partisipasi warganegara; tetapi keikutsertaan para warganegara secara bertanggung jawab, terampil dalam kesabaran dan tindakan efektif.
Global Trends in Civic Education
Patrick, J.J. (1997). ‘Global Trends in Civic Education for Democracy’.
ERIC Clearing for Social StudieslSocial Science Education,
Patrick (1997) proposed nine global trends that have broad potential for influencing citizenship education in the constitutional democracies of the world. They are:
(1) Conceptualising of citizenship education in terms of the three interrelated components of civic knowledge, civic skills and civic virtue.
(2) Systematic teaching of core concepts about democratic governance and citizenship.
(3) Analysis of case studies by students to apply core concepts or principles.
(4) Development of decision-making skills.
(5) Comparative and international analysis of government and citizenship.
(6) Development of participatory skills and civic virtues through cooperative learning activities.
(7) The use of literature to teach civic virtues.
(8) Active learning of civic knowledge, skills and virtues.
(9) The connection of content and process in teaching and learning of civic knowledge, skills and virtues.
Komentar
Patrick (1997) mengungkapkan sembilan kecenderungan global yang secara luas biasa berpotensi mempengaruhi pendidikan kewarganegaraan di dalam negara-negara yang menganut faham demokrasi konstitutional. Kecenderungan yang dimaksud adalah:
1. Konseptualisasi pendidikan kewarganegaraan dalam tiga komponen-komponen yang saling berhubungan - pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan dan kebaikan kewarganegaraan.
2. Pengajaran konsep-konsep inti secara sistematis tentang pemerintah dan kewarganegaraan demokratis.
3. Analisa dan studi kasus oleh para siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip atau konsepkonsep inti.
4. Pengembangan keterampilan pengambilan keputusan.
5. Analisis komparatif dan internasional tentang pemerintah dan kewarganegaraan.
6. Pengembangan keterampilan partisipatoris dan kebaikan kewarganegaraan melalui aktivitas belajar kooperatif.
7. Pemakaian literatur untuk mengajarkan kebajikan-kebajikan kewarganegaraan.
8. Mempelajari secara aktif pengetahuan, keterampilan dan kebaikan kewarganegaraan.
9. Menghubungkan antara isi dan proses dalam belajar dan mengajar pengetahuan, keterampilan, dan kebaikan kewarganegaraan.
Civic and Citizenship Education
Cogan, J.J. (1999).
Developing the Civic Society: The Role of Civic Education.
Bandung: CICED.
Civic Education .. the foundation course work in school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adult lives”. Citizenship Education or Education for Citizenship “. . . both these in school experiencess as well as out of school or non formalAn formal learning which takes place in the family, the religious organization. community organizations, the media. etc which help to shape the totality of the citizen”. (Cogan, 1999:4)
Komentar
Civic Education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat. Sedangkan Citizenship Education atau Education for Citizenship digunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian yang Iebih luas yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan luar sekolah seperti rumah, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, media massa dan lain-lain yang berperan membantu proses pembentukan totalitas atau keutuhan sebagai warganegara.
Citizenship Education
Cogan, J.J. (1998).
‘Citizenship Education for the 21st Century: Setting the Context’,
in J.J. Cogan and R. Derricott, eds. Citizenship for the 21st Century: An International
Perspective on Education,
Kogan Page, London, pp. 1—20.
Citizenship education has been described as ‘the contribution of education to the development of those characteristics of being a citizen’ (Cogan 1998:13), and the ‘process of teaching society’s rules, institutions, and organizations, and the role of citizens in the wellfunctioning of society’ (Villegas-Reimer 1997:235).
Komentar
Pendidikan kewarganegaraan digambarkan sebagai ‘kontribusi pendidikan untuk pengembangan karakteristik-karakteristik warganegara (Cogan 1998:13), dan ‘proses tentang aturan pengajaran masyarakat, institusi, dan organisasi-organisasi, dan peran warganegara dalam masyarakat yang berfungsi secara baik’.
The Purpose of Citizenship Education
Qualifications and Curriculum Authority. (1998).
Education for Citizenship and the Teaching of Democracy in Schools: Final Report of
the Advisory Group for Citizenship. (Chair: Bernard Crick).
London: QCA.
the purpose of citizenship education in schools and colleges is to make secure and to increase the knowledge, skills and values relevant to the nature of participative democracy; also to enhance the awareness of rights and duties, and the sense of responsibilities needed for the development of pupils into active citizens.
Komentar
Tujuan pendidikan kewarganegaraan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi adalah untuk memberikan kenyamanan dan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan-ketrampilan dan nilai-nilai yang relevan dengan hakikat demokrasi partisipatif; juga untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, dan perasaan tanggung jawab yang diperlukan untuk pengembangan para siswa menjadi warganegara aktif.
A Continuum of Citizenship Education
Kerr, David. (1999).
Citizenship Education: An International Comparison.
England: National Foundation for Educational Research-NFER
Citizenship is conceptualised and contested along a continuum, which range from a minimal to a maximal interpretation (Mc Laughliin, 1992). Minimal: Thin, Exclusive, Elitist, Civics education, Formal, Content led, Knowledge based, Didactic transmission, Easier to achieve, and measure in practice. Maximal: Thick, Inclusive, Activist, Citizenship education, Participative, Process led, Values based, Interactive interpretation, More difficult to achieve, and measure in practice. (Kerr, 1999:14)
Komentar
Pendidikan Kewarganegaraan minimal, didefinisikan secara sempit, hanya mewadahi aspirasi tertentu, berbentuk pengajaran kewarganegaraan, bersifat formal, terikat oleh isi, berorientasi pada pengetahuan. Menitikberatkan pada proses pengajaran, hasilnya mudah diukur. Pendidikan Kewarganegaraan maksimal, didefinisikan secara luas, mewadahi berbagai aspirasi dan melibatkan berbagai unsur masyarakat. kombinasi pendekatan formal dan informal, dilabeli citizenship education, menitikberatkan pada partisipasi siswa melalui pencarian isi dan proses interaktif di dalam maupun di luar kelas. Hasilnya lebih sukar dicapai dan diukur karena kompleksnya hasil belajar.
Approaches to Citizenship Education
Kerr, David. (1999).
Citizenship Education: An International Comparison.
England: National Foundation for Educational Research-NFER
Citizenship education comprises three approaches:
1. Education ABOUT citizenship focuses on providing students with sufficient knowledge and understanding of national history and the structures and processes of government and political life.
2. Education THROUGH citizenship involves students learning by doing, through active, participative experiences in the school or local community and beyond. This learning reinforces the knowledge component.
3. Education FOR citizenship encompasses the other two strands and involves equipping students with a set of tools (knowledge and understanding, skills and aptitudes, values and dispositions) which enable them to participate actively and sensibly in the roles and responsibilities they encounter in their adult lives. This strand links citizenship education with the whole education experience of students. (Kerr, 1999:15-16)
Komentar
Pendidikan Kewarganegaraan dikonseptualisasikan ke dalam tiga pendekatan
1. Pendidikan TENTANG kewarganegaraan memusatkan perhatian untuk mempersiapkan para siswa dengan pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang sejarah nasional dan struktur-struktur dan proses-proses dan pemenintah dan kehidupan politik.
2. Pendidikan MELALUI kewarganegaraan menitikberatkan pada pelibatan siswa untuk belajar dengan melakukan (by doing), melalui pengalaman-pengalaman yang aktif, berpartisipasi di sekolah atau masyarakat lokal dan di luar. Proses belajar seperti itu diyakini memiliki potensi untuk menguatkan komponen pengetahuan.
3. Pendidikan UNTUK kewarganegaraan mencakup kedua pendekatan (1 dan 2) yang menitikberatkan pada proses memperlengkapi siswa dengan seperangkat alat (pengetahuan dan pemahaman, keterampilan dan sikap, nilai-nilai dan disposisi-disposisi) yang memungkinkan mereka berpartisipasi secara aktif dan pantas di dalam peran-peran dan tanggung-jawab mereka dalam kehidupan dewasa mereka. Pendekatan ini mengaitkan pendidikan kewarganegaraan dengan keseluruhan pengalaman pendidikan para siswa.
Framework for Citizenship Education
Quigley, C.N. Buchanan Jr. J.H. & Bahmueller, C.F. eds. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Center for Civic Education: Calabasas.
The Center for Citizenship Education of the United States of America proposed the three interrelated components of civic virtues, civic knowledge and civic skills as the aims and/or framework for citizenship education. (Quigley, Buchanan Jr., and Bahmueller, 1991).
1. Civic virtues consists of the traits of character, disposition, and commitments necessary for the preservation and improvement of democratic governance and citizenship. Examples of civic virtues are individual responsibility, self-discipline, integrity, patriotism, toleration of diversity, patience and consistency, and compassion for others. Commitments include, a dedication to human rights, equality, the common good, and a rule of law.
2. Civic knowledge covers fundamental ideas and information that learners must know and use to become effective and responsible citizens of a democracy. Civic knowledge normally includes types and systems of government, politics, political institutions and processes and the role of citizens in relation to the governance.
3. Civic skills include the intellectual skills required to understand, compare, explain and evaluate various principles and practices of government and citizenship. They also include the participatory skills that enable citizens to monitor and influence public policies (Quiqley 2000).
Komentar
The Center for Citizenship education Amerika Serikat mengusulkan tiga komponen yang saling berinterrelasi dan kebaikan kewarganegaraan, pengetahuan kewarganegaraan, dan keterampilan kewarganegaraan sebagai tujuan dan/atau kerangka Pendidikan Kewarganegaraan.
1. Kebaikan kewarganegaraan terdiri dan ciri-ciri dan karakter, disposisi, dan komitmen yang penting bagi pemeliharaan dan perbaikan pemerintahan dan kewarganegaraan demokratis. Contoh-contoh dan kebajikan-kebajikan kewarganegaraan adalah tanggung jawab individu, disiplin din, integritas, patriotisme, toleransi dalam keragaman, kesabaran dan konsistensi, dan rasa kasihan untuk yang lain. Komitmen-komitmen termasuk, suatu pengabdian terhadap hak azasi manusia, persamaan, kebaikan umum, dan aturan hukum.
2. Pengetahuan kewarganegaraan meliput gagasan dan informasi pokok bahwa para pelajar harus mengetahui dan terbiasa sebagai warganegara yang efektif dan bertanggung jawab dalam suatu demokrasi. Pengetahuan kewarganegaraan secara normal termasuk jenis-jenis dan sistem dan pemerintah, politik, lembaga politik, dan proses dan peran dan para warganegara dalam hubungannya dengan pemerintah.
3. Keterampilan kewarganegaraan termasuk keterampilan intelektual yang diperlukan untuk memahami, membandingkan, menjelaskan dan mengevaluasi berbagai prinsip dan praktek-praktek dan pemerinta h dan kewarganegaraan. Termasuk juga keterampilan berpartisipasi yang memungkinkan warganegara untuk memonitor dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan publik (Quiqley 2000).
The Aims andlor Framework for Citizenship Education
Quigley, Charles N, Buchanan Jr., and Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Center for Civic Education
The Center for Citizenship Education of the United States of America proposed the three interrelated components of civic virtues, civic knowledge and civic skills as the aims and/or framework for citizenship education.(Quigley, Buchanan Jr., and Bahmueller, 1991).
Komentar
CCE mengusulkan tiga komponen yang saling berinterrelasi — kebajikan, pengetahuan, dan keterampilan kewarganegaraan sebagai tujuan dan/atau kerangka Pendidikan Kewarganegaraan.


The Purposes of Education for Citizenship
Osler, A. and Starkey, H. (1996).
Teacher Education and Human Rights.
London: David Fulton
Education for citizenship is concerned with both the personal development of students and the political and social development of society at local, national and international levels. On a personal level, CE is about integration into society. It is about overcoming structural barriers to equality: challenging racism and sexism in institutions, for instance … on political and social level it is about creating a social order that will help provide security without the need for repression.
Komentar
Pendidikan kewarganegaraan mempunyai kaitan dengan pengembangan pribadi para siswa dan pengembangan kehidupan politik dan sosial masyarakat tingkat lokal, nasional dan internasional. Pada tingkat personal, Pendidikan kewarganegaraan adalah menitikberatkan pada pengintegrasian ke dalam masyarakat. hal tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk menanggulangi penghalang-penghaIang struktural ke arah persamaan: menentang rasisme dan sexism dalam institusi-institusi, sebagai contoh... pada tingkat sosial dan politis adalah sekitar menciptakan suatu tatanan sosial yang dapat membantu menyediakan kenyamanan tanpa penindasan.
Effective Education for Citizenship
Advisory Group on Education and Citizenship and the Teaching of Democracy in
Schools. (1998).
Education for Citizenship and the Teaching of Democracy in Schools.
(Crick Report). London: QCA.
The Citizenship Advisory Group defined effective education for citizenship’ as comprising three separate but interrelated strands. These are to be developed progressively through a young person’s education and training experiences, from pre-schoolto adulthood (DfEE. 1998:1 1—1 3) namely:
1. social and moral responsibility: ‘… children learning from the very beginning se/f confidence and socially and morally responsible behaviour both in and beyond the classroom, both towards those in authority and towards each other. This strand acts as an essential pre-condition for the other two strands;
2. community involvement: ‘… learning about and becoming helpfully involved in the life and concerns of their communities, including learning through community involvement and service to the community. This, of course, like the other two strands, is by no means limited to children’s time in school;
3. political literacy: ‘… pupils learning about, and how to make themselves effective in, public life through knowledge. skills and values’. Here the term ‘public life’ is used in its broadest sense to encompass realistic knowledge of, and preparation for, conflict resolution and decision making, whether involving issues at local, national, European or global level.
Komentar
Citizenship Advisory Group menggambarkan pendidikan kewarganegaraan efektif’ berisikan tiga hal yang terpisah namun saling berhubungan. ini adalah untuk dikembangkan melalui suatu pendidikan dan pelatihan orang muda, mulai pra-sekolah sampai kedewasaan. yakni:
1. Tanggung jawab sosial dan moral: ‘...anak-anak belajar mulai dan kepercayaan diri, tanggung jawab sosial dan moral baik dalam maupun di luar kelas, kedua-duanya ditujukan ke arah pengembangan otoritas dan yang lainnya. Tahapan ini bertindak sebagai satu prasyarat penting untuk dua tahapan yang lainnya;
2. Keterlibatan masyarakat: ‘...belajar tentang dan menjadi dengan bermanfaat melibatkan din di dalam kehidupan dan consern dengan masyarakat-masyarakat mereka, termasuk belajar keterlibatan dalam masyarakat dan layanan kepada masyarakat. Hal ini, tentu saja, seperti dua hal yang lain, sama sekali tidak dibatasi pada waktu anak-anak di sekolah;
3. Melek politik: ‘... para murid belajar tentang, dan bagaimana membuat diri mereka efektif di dalam, pengetahuan hidup publik, keterampilan-keterampilan dan nilai-nilai’. Di sini istilah hidup publik digunakan dalam pengertian yang paling luas yang meliputi pengetahuan realistis, dan persiapan untuk, resolusi konflik dan pengambilan keputusan, dengan menyertakan isu-isu lokal, nasional, orang Eropa atau tingkatan global.
Democracy and Citizenship
Dobozy B, Eva. (2004).
Education in and for Democracy and Human Rights: Moving from Utopian Ideals to
Grounded Practice.
Dissertation at Murdoch University.
The concept of democracy and citizenship are complex and can, therefore, not be encompassed within simple definitions. There are multiple version of democratic citizenship and even these are changing over time, in correspondence with social, economic, and political developments on global and local levels. Thus the concept of democratic citizenship can be depicted as being constantly under construction’ (Veldhuis, 1997). (Fachrudin, 2004:89)
Komentar
Konsep demokrasi dan kewarganegaraan bersifat kompleks oleh karena itu, tidak dapat diartikan dalam definisi yang sederhana. Terdapat multiversi tentang kewarganegaraan demokratis dan bahkan ini selalu bertukar setiap waktu, sesuai dengan pengembangan kehidupan sosial, ekonomi, dan politik pada tingkat lokal maupun global. Dengan demikian konsep dan kewarganegaraan demokratis dapat dilukiskan sebagai hal yang terus menerus underconstruction’.
Education for Democratic Citizenship
Fachruddin. (2005).
Educating for Democracy: Ideas and Practices of Islamic Civil Society Association in
Indonesia.
Dissertation at University of Pittsburgh
The notions of education for democracy may be classified into the following:
a. Developing people’s capabilities of thoughtful and responsible participation as democratic citizens in various spheres of life.
b. Providing a set of core values of democracy or democratic attitudes such as respect for reasonable differences, different viewpoints, and human dignity, respect for minority rights, a caring attitude toward others, justice, equality, participation, freedom as requirements of citizens in order to create a democratic society.
c. Teaching how to use the concept of democracy in terms of a form of government especially, a democratic government.
d. Making citizens ‘political’: citizens believe in, commit to, uphold, and carry out fundamental democratic principles and become effective citizens or politically literate. Fachrudin (2005:40)
Komentar
Dalam melukiskan pendidikan untuk kewarganegaraan demokratis, para penulis memberikan penekanan terhadap poin-poin yang berbeda. Pendidikan untuk demokrasi dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Mengembangkan kemampuan orang-orang tentang pengertian dan partisipasi yang bertanggung jawab sebagai warganegara demokratis dalam berbagai lapisanan kehidupan.
b. Menyediakan satu set nilai-nilai inti demokrasi atau sikap-sikap demokratis seperti penghargaan terhadap latar belakang yang berbeda, sudut pandang yang berbeda, dan martabat manusia, penghargaan terhadap hak-hak minoritas, kepedulian terhadap yang lain, keadilan, persamaan, partisipasi, kebebasan sebagai prasyarat warganegara untuk menciptakan masyarakat demokratis.
c. Pengajaran bagaimana cara menggunakan konsep demokrasi dalam kaitannya dengan bentuk pemerintahan, terutama pemerintahan yang demokratis.
d. Membuat warganegara politis: para warganegara yang percaya akan, berkomitmen terhadap, menegakkan, dan membangun prinsip demokrasi fundamental warganegara yang efektif atau warganegara yang melek secara politik.


Education in and for Democracy and Human Rights
Dobozy B, Eva. (2004).
Education in and for Democracy and Human Rights: Moving from Utopian Ideals to
Grounded Practice.
Dissertation at Murdoch University.
The UN resolution declaring the decade for human rights education, 1995-2004 state I fuman rights education should involve more than provision of information and should constitute a comprehensive life-long process by which people at all levels of development and in all strata of society learn respect for the dignity of others and the means and methods of ensuring that respect in all societies. (United Nations, 1994, General Assembly Resolution 49/184).
Komentar
Resolusi PBB menyepakati bahwa pendidikan hak azasi manusia perlu melibatkan lebih dan sekedar informasi tetapi perlu melembagakan proses yang menyeluruh dimana orang-orang pada semua tingkat pengembangan dan dalam semua strata masyarakat belajar menghargai martabat orang lain dan penghargaan dalam semua masyarakat.
Civic Education in a democracy
Branson, Margaret Stimmann. (1998).
The Role of Civic Education
A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper From The Communitarian Network
Civic education in a democracy is education in self government. Democratic self government means that citizens are actively involved in their own governance; they do not just passively accept the dictums of others or acquiesce the demands of others. (Branson, 1998:3).
Komentar
Pendidikan kewarganegaraan dalam demokrasi adalah pendidikan untuk mengembangkan dan memperkuat dalam atau tentang pemerintahan otonom (self government). Pemerintahan otonom demokratis berarti bahwa warganegara aktif terlibat dalam pemerintahan sendiri; mereka tidak hanya menerima didikte orang lain atau memenuhi tuntutan orang lain.


Human Rights Education
Dobozy B, Eva. (2004).
Education in and for Democracy and Human Rights: Moving from Utopian Ideals to Grounded Practice.
Dissertation at Murdoch University.
Dennis Banks. (2000). Notes that simply put, human rights education is all learning that develops the knowledge, skills and values of human rights
Komentar
Dennis Banks mengemukakan bahwa pendidikan hak azasi manusia adalah semua pembelajaran yang mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dan hak azasi manusia
Human Rights Education
Dobozy B, Eva. (2004).
Education in and for Democracy and Human Rights: Moving from Utopian Ideals to
Grounded Practice.
Dissertation at Murdoch University
Kohi Annan, secretary general of the united nations, in this message for human rights day 2000 asks:
Why is human rights education so important? Because, as it says in the constitution of the united uitions educational, scientific, and cultural organisation (UNESCO), ‘since wars begin in the minds of men (sic), it is in the minds of men that the defence of peace must be constructed’. The more people know their rights, and the more they respect those of others, the beffer the chance that they will live together in peace. Only when people are educated about human rights can we hope prevent human uights violations, and thus prevent conflict, as well (2000).
Komentar
Mengapa pendidikan hak azasi manusia demikian penting? Sejak peperangan-peperangan dimulai dalam pikiran orang (maka), ada pikiran dan orang tentang pertahanan dan perdamaian yang harus dibangun. Semakin banyak orang-orang mengetahui hak-hak mereka, dan semakin banyak mereka menghormati hak yang lain, semakin baik kesempatan bahwa mereka akan hidup bersama-sama secara damai. Hanya ketika orang-orang dididik tentang hak azasi manusia kita dapat berharap mencegah pelanggaran-pelanggaran hak azasi manusia, dan seperti itu juga mencegah konflik,


Human Rights in Civic Education
Patrick, John J. (2006).
Human Rights in Civic Education.
Presented to the Conference on Democracy Promotion and International Cooperation, Sponsored by the Center for Civic Education and the Bundeszentrale fur Politische
Bildung in Denver, Colorado, September 25-29, 2006
They are among the qualities needed to teach well about human rights in civic education.
First, teach the idea of human rights within a framework of core concepts by which representative democracy is defined and understood internationally.
Second, confront the complexity and controversy associated with defining, using, and justifying the idea of human rights in a constitutional and representative democracy.
Third, examine the inevitable and ongoing conflict in every genuine constitutional and representative democracy between majority rule and minority rights.
Fourth, teach comparatively and internationally about human rights in a constitutional and representative democracy.
Fifth, teach the civic dispositions and virtues that enable citizens to secure equal protection for the human rights of everyone in their community through the institutions of constitutional and representative democracy. (Patric, John J, 2006:12)


Komentar
Terdapat kualitas yang diperlukan untuk mengajar hak azasi manusia dalam Pendidikan Kewarganegaraan dengan baik.
Pertama, Mengajarkan gagasan tentang hak azasi manusia dalam suatu kerangka konsep inti dimana demokrasi perwakilan digambarkan dan dipahami secara internasional.
Kedua, Menghadapkan kompleksitas dan kontroversi dengan penjelasan, penggunaan, dan pembenaran gagasan hak azasi manusia dalam demokrasi konstitutional dan perwakilan.
Ketiga, Menguji konflik berkelanjutan dan tak bisa terelakkan dalam setiap demokrasi konstitutional dan perwakilan antara aturan mayoritas dan hak-hak minoritas.
Keempat, Mengajarkan secara komparatif dan internasionaf tentang hak azasi manusia dalam demokrasi konstitutional perwakilan.
Kelima, Mengajarkan disposisi dan kebajikan kewarganegaraan tentang perindungan yang sama terhadap hak asasi manusia dan setiap orang di dalam masyarakat melaui institusi dan demokrasi konstitusional dan perwakilan.


Human Rights Education
Dobozy B, Eva. (2004).
Education in and for Democracy and Human Rights: Moving from Utopian Ideals to
Grounded Practice.
Dissertation at Murdoch University.
Those promoting Human Rights Education must focus on changing the language so that people begin to use the word ‘human rights’ in their everyday lives. In this way, the language of human rights will be incorporated into our culture and thoughts. ... Only then will we be able to change what is principally ‘a legal and constitutional law culture’ to a system of laws and a constitution based on human rights. Only then will people . . . see the need for Human Rights Education. (O’Brien (2000), in Dobozy B, Eva. (2004:119).
Komentar
Pendidikan hak azasi manusia harus berfokus untuk mengubah bahasa sehingga orang-orang mulai menggunakan kata ‘hak azasi manusia’ dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan cara ini, bahasa hak azasi manusia akan menyatu dalam kultur dan pemikiran kita. ... setelah itu kita akan mampu mengubah terutama ‘hukum dan konstitusi negara’ ke arah suatu sistem hukum dan konstitusi yang berdasar pada hak azasi manusia. Baru setelah itu orang-orang . . . melihat kebutuhan akan Pendidikan Hak Azasi Manusia.
Human Rights Education
Davies, Lynn. (2000).
Citizenship Education and Human Rights Education: Key Concepts and Debates.
England: The British Council.
Human rights education shall be defined as training dissemination and information efforts aimed at the building of a universal culture of human rights through the imparting of knowledge and skills and the moulding of attitudes. (UN Decade for Human Rights Education Plan of Action). (Davies, 2000:6).
Komentar
Pendidikan hak azasi manusia seyogyanya didefinsikan sebagai pelatihan dan usaha-usaha informasi yang ditujukan untuk pembangunan suatu kultur universal dan hak azasi manusia melalui pengetahuan dan keterampilan serta penuangan sikap-sikap.


Multicultural Education
Banks, J. A., & McGee Banks, C. A. (Eds.). (1997).
Multicultural education: Issues and Perspectives (3rd ed).
Boston: Allyn and Bacon.
Multiculturalism can be defined as, “A philosophical position and movement that deems that the gender, ethnic, racial, and cultural diversity of a pluralistic society should be reflected in all of the institutionalized structures of educational institutions, including the staff, the norms, and values, the curriculum, and the student body” (Banks & Banks, 1997: 435).
Komentar
Multikulturalisme dapat digambarkan sebagai, Suatu posisi dan gerakan yang filosofis yang menganggap bahwa gender, kesukuan, rasial, dan keanekaragaman budaya dan suatu masyarakat plural harus dicerminkan di dalam semua lembaga pendidikan, termasuk staf, norma-norma, nilai-nilai, kurikulum, dan siswa’.


Epistemology Civic Education
Concluding remarks
CICED, 1999
“Civic Education both as the intellectual and educational endeavors are accete as the main vehicle as well as the essence of education for democracy”
Komentar:
“Dapat dinilai sebagai landasan dan sekaligus sebagai parameter dasar dalam pengembangan epistemology pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu system pengetahuan terpadu”


Conceptions of Character
Lickona, Thomas. (1991).
Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility.
New York, NY: Bantam Books
“Good character consists of knowing the good, desiring the good, and doing the good (Lickona, 1991:51)
Much of the debate about whether and how to teach for character is tied into a debate about what “character’ means. Character can refer to:
1. personality traits or virtues such as responsibility and respect for others
2. emotions such as guilt or sympathy
3. social skills such as conflict management or effective communication
4. behaviours such as sharing or helping, or
5. cognitions such as belief in equality or problem-solving strategies.
Thomas Lickona, describes character as “a reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way. Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behaviour” (Lickona, 1991 :51).
Komentar
Menurut Lickona, karakter baik terdiri dan mengetahui yang baik, menginginkan yang baik, dan melakukan yang baik. Sebagian besar perdebatan sekitar apa dan bagaimana mengajar karakter terikat pada suatu debat tentang apa makna “karakter”. Karakter dapat mengacu pada:
1. ciri kepribadian atau kebaikan seperti tanggung jawab dan rasa hormat untuk yang lain
2. emosi seperti rasa bersalah atau simpati
3. keterampilan-keterampilan sosial seperti pengendalian konflik atau komunikasi efektif
4. perilaku-perilaku seperti sharing atau membantu, atau
5. pengamatan-pengamatan seperti kepercayaan di dalam persamaan atau strategi memecahkan masalah.
Thomas Lickona, menguraikan karakter sebagai ‘suatu bagian dan disposisi yang dapat merespon terhadap situasi-situasi yang secara moral balk. Karakter mengandung tiga bagian yang saling berhubungan: pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral” (Lickona, 1991 :51).


Character Education
Branson, Margaret Stimmann. (1998).
The Role of Civic Education
A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper From The Communitarian Network
Learning activities such as the following tend to promote character traits needed to participate effectively. For example:
1. Civility, courage, self-discipline, persistence, concern for the common good, respect for others, and other traits relevant to citizenship can be promoted through cooperative learning activities and in class meetings, student councils, simulated public hearings, mock trials, mock elections, and students courts.
2. Self-discipline, respect for others, civility, punctulality, personal responsibility, and other character traits can be fostered in school and community service learning projects, such as tutoring younger students, caring for the school environment, and participating in voter registration drives.
3. Recognition of shared values and a sense of community can be encouraged through celebration of national and state holidays, and celebration of the achievements of classmates and local citizens.
4. Attentiveness to public affairs can be encouraged by regular discussions of significant current events.
5. Reflection on ethical considerations can occur when studnts are asked to evaluate, take, and defend positions on issues that involve ethical considerations, that is, issues concerning good and bad, rights and wrong.
6. Civic mindedness can be increased if schools work with civic organizations, bring community leaders into the classroom to discuss issues with students, and provide opportunities for students to observe and/or participate in civic organizations. (Branson, 1998:15).
Komentar
Aktivitas belajar yang dapat meningkatkan ciri-ciri karakter, dalam hal ini termasuk di dalamnya nation and character building, antara lain adalah:
1. Sopan santun, keperwiraan, disiplin pribadi, ketekunan, kepedulian terhadap kepentingan umum, menghormati orang lain, dan sifat-sifat lain yang berhubungan dengan kewarganegaraan dapat dikembangkan melalui kegiatan belajar yang kooperatif dan di dalam pertemuan-pertemuan kelas, dewan pelajar, simulasi dengan pendengar publik, simulasi pemilu, simulasi sidang pengadilan, dan mahkamah pelajar.
2. Disiplin pribadi, menghormati orang lain, sopan santu, tepat waktu, tanggung jawab pribadi, dan karakter-karakter lainnya dapat dipupuk di sekolah dan proyek-proyek belajar pelayanan masyarakat, seperti membantu mengajari siswa yang lebih muda, merawat Iingkungan sekolah, dan partisipasi di dalam kepanitiaan pemilu.
3. Pengenalan terhadap nilai-nilai bersama serta kepedulian terhadap masyarakat sekitar dapat didorong melalui perayaan han-han libur nasional dan negara bagian, serta perayaan atas prestasi yang telah dicapai oleh teman sekelas ata warga setempat di sekitarnya.
4. Kepedulian terhadap urusan-urusan publik dapat didorong melalui diskusi-diskusi teratur mengenai pentingnya kejadian-kejadian aktual yang sedang berlangsung.
5. Perenungan mengenai masalah-masalah etis dapat terjadi manakala siswa dirninta untuk mengevaluasi, mengambil atau mempertahankan suatu pendapat tentang hal-hal yang melibatkan pertimbanga-pertimbangan etis, yakni isu-isu mengenai baik buruk, benar salah.
6. Kepekaan kewarganegaraan dapat ditingkatkan jika sekolah-sekolah bekerjasarna dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan, mengundang para pemuka masyarakat masuk ke kelas untuk mendiskusikan isu-isu yang sedang berkembang dengan para siswa, serta menyediakan peluang bagi siswa untuk mengamati Iangsung dan!atau berpartisipasi di dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Character Education
Branson, Margaret Stimmann. (1998).
The Role of Civic Education: A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper From The Communitarian Network
Character is ultimately who we are expressed in action, in how we live, in what we do — and so the children around us know, they absorb and take stock of what they observe, namely us-we adults living and doing things in a certain spirit, getting on with one another in our various ways. Coles (dalam Branson, 1998:14)
Komentar
Pada dasarnya, karakter adalah kepada siapa kita mengekspresikan perbuatan kita, bagaimana kita hidup, apa yang kita kerjakan — dan demikianlah anak-anak di sekitar kita mengetahuinya, merekapun kemudian menyerap dan menyimpan hasil pengamatan mereka, yaitu — kita para orang dewasa ini hidup dan melakukan sesuatu dengan spirit tertentu, bergaul satu sama lain dengan berbagai cara.


Teaching of values
Williams, Mary M. (2000).
“Models of Character Education: Perspectives and Developmental Issues.”
Journal of Humanistic Counseling, Education and Development 39, 1, 32—40.
“….. it is next to impossible to separate the teaching of values from schooling itself; it is a part of schooling whether people are willing to acknowledge it or not. The question ... is how the educator can influence students’ character development effectively so that the impact is positive. (Williams 2000:34)
Komentar
Hampir tak mungkin untuk memisahkan pengajaran nilai dan pendidikan di sekolah; hal itu merupakan suatu bagian dan pendidikan di sekolah apakah orang-orang memiliki kemauan untuk mengakuinya atau tidak. Pertanyaannya ialah bagaimana pendidik dapat mempengaruhi pengembangan karakter siswa secara efektif sehingga berdampak positif


Civic Virtue
L. Bray, Bernard and Larry W. Chappel. (2005). “Civic Theater for Civic Education”.
In Journal of Political Science Education. Volume 1, Number 1, 2005 (p.83-108)
Civic virtues are the qualities of character and personal skills necessary to make the exercise of citizenship meaningful Civic virtues give us the capacity to exercise our rights, promote our interests and meet our duties. (L. Bray, Bernard and Larry W. Chappel. 2005:86).
Komentar
Kebajikan-kebajikan kewarganegaraan adalah kualitas dan karakter dan keterampilan-keterampilan pribadi yang diperlukan untuk kebermaknaan latihan kewarganegaraan. Kebajikan-kebajikan kewarganegaraan memberikan kepada kita kapasitas untuk berlatih hak-hak kita. mempromosikan minat kita dan kewajiban-kewajiban kita


Civic Virtue
(Quigley, dkk,1991:11)
Udin winataputra dan dasim budimansyah
Civic Education,(2007;221)
... the willingness of the citizen to set aside private interests and personal concerns for the sake of the common good (Quigley, dkk,1991:11)
Komentar
kemauan dari warganegara untuk menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi


CIVIC COMMITMENTS
Quigley, dkk(1991:11) dalam
Budimansyah&Winataputra (2007:60)
“…the freely-given, reasoned commitments of the citizen to the fundamental values and principles of American constitutional democracy”.
Komentar
-Komitmen warganegara yang bernalar dan diterima dengan sadar terhadap nilai dan prinsip demokrasi konstitusional Amerika-


CIVIC DISPOSITIONS
Quigley, dkk(1991:11) dlm
Budimansyah&Winataputra (2007:60)
“…those attitudes and habit of mind of the citizen that are conducive to the healthy functioning and common good of the democratic systems”.
Komentar
-Sikap dan kebiasaan bepikir warganegara yang menopang berkembangnya fungsi sosial yang sehat dan jaminan kepentingan umum dari sistem demokrasi-


Individual competencies Civic Participation
Source: M. Ulrich, F. Oser, Participatory Experience and Individual
Competence, Strasbourg, Council of Europe, 1999, p.32.
Individual competencies for civic participation
self and social competencies
political competence
- dealing with emotional stress of others;
- positive self-concept;
- trust in personal influence;
- willingness to get involved;
- moral judgement;
- subjective security in social situations;
- political action;
- self-concept of political abilities;
- social responsibility;
- political knowledge.
Komentar
Kemampuan diri dan sosial
Kemampuan politis
· berhadapan dengan tekanan-tekanan emosional dari yang lain;
· konsep diri positif;
· percaya kepada pengaruh perorangan;
· kesediaan untuk mendapatkan melibatkan;
· penghakiman moral;
· keamanan subjektif di dalam situasi-situasi sosial;
· tindakan politis
· konsep diri dari kemampuan
· tanggung jawab sosial
· pengetahuan politis
Characteristics of Competent and Responsible Participation
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991).
Civitas: A Framework for Civic Education.
Calabasas: Center for Civic Education.
Civic education’s unique responsibility is not simply to increase participation rates, but to nurture competent and responsible participation. Such participation involves more than merely influencing or attempting to influence public policy. Competent and responsible participation must based upon moral deliberation, knowledge, and reflective inquiry. (Quigley and Bahmueller, 1991:40)
Komentar
Tanggung jawab khas Pendidikan Kewarganegaraan bukan sekedar untuk meningkatkan rata-rata partisipasi, tetapi untuk memelihara partisipasi yang bertanggungjawab dan kompeten. Partisipasi seperti melibatkan lebih dan sekedar untuk mempengaruhi atau mencoba untuk mempengaruhi kebijakan publik. Partisipasi yang bertanggung jawab dan kompeten harus berdasar pada kesabaran moral, pengetahuan. dan reflektif inkuiri.


Basic Values and Civic Education
Thorleif Pettersson
Center for Multiethnic Research
Uppsala University-Norwey
A theory of citizenship education
As an introduction, a distinction can be made between political socialization and citizenship
education. The former can be seen as “unconscious social reproduction” and the latter as
“conscious social reproduction” (Guttman 1987: 15, Ichilov 2003: 645).
Komentar
Satu teori dari pendidikan Kewarganegaraan
Sebagai suatu pengenalan, satu pembedaan dapat dibuat antara sosialisasi politis dan pendidikan kewarga negaraan. dapat dilihat ketika Pembentukan “ reproduksi sosial yang tak sadar” dan belakangan ketika “reproduksi sosial bangkit”
( Guttman 1987: 15, Ichilov 2003: 645)
Good Governace
Dr. Muchtar Buchari
In, Civic education for Society (1999:29)
A number of institusion have issued guidelines about the meaning of good governances. The guidlene issued by the word bank in 1993 sets forth the following five principles : (1) a strong participatory civil society, (2) open practicable policy making, (3) an accountable executive, (4)a professional bureaucracy, and (5) the rule of law.
Komentar
Pemerintah yang baik meliputi lima prinsip:
1. Partisipasi yang kuat dari masyarakat sipil
2. Pembuat kebijakan yang terbuka dan terprediksi
3. Eksekutif yang bertanggung jawab
4. Birokrasi yang professional
5. Aturan hukum


Values Education
Jennings, B & et al (1996)
Values on Cmapus, liberal education, 82 (1), 26-31
Two models of values education are values-accros-the-curriculum, wich assumes that values education is a responsibility for the institution’s education programs as whole; and civic education, built on a conception of the habits required for democratic citizenship
Komentar
Dua model pendidikan nilai yaitu nilai-nilai untuk kurikulum (pendidikan nilai meupakan tanggung jawab seluruh program pendidikan) dan pendidikan civic (yang membangun konsep kebiasaan kewajiban warga negara yang demokratis)


Fokus Kurikulum PKn Indonesia 1947 – 2004
Freddy K. Kalidjernih (2007)
Postcolonial Citizenship Education :
A Critical Analysis of Production and Reproduction of the Indonesia Civic ideal ;
Cakrawala Baru Kewarganegaraan (2007:3)
Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan
Fokus
Rencana Pelajaran 1947
Warga negara sejati
Rencana pendidikan 1964
Patriot Pancasila dan Revolusi 1945
Kurikulum 1968
Pancasilais
Kurikulum 1975
Manusia pembangunan yang berPancasila
Kurikulum 1984
Manusia pembangunan yang berPancasila
Kurikulum 1994
Manusia pembangunan yang berPancasila
Kurikulum 2004
Demokrasi


Dimensi PKN
Udin S. Winataputra (2001:334)
Disertasi, PPS Universitas Pendidikan Indonesia
Pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu sistem mempunyai tiga sub- sistem atau dimensi, yakni:
1. Sebagal suatu bldang kajian ilmiah pendidikan disiplin ilmu mengenai “civic virtue” dan “civic culture”,
2. Sebagal suatu program pendidikan demokrasi di sekolah dan Luar sekotah,
3. Sebagai gerakan sosiat-kultural warganegara atau “socio-civic movements” dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Ketiga dimensi tersebut secara konseptuat bersifat koheren dengan kompetensi dasar warganegaraan untuk selanjutnya disebut kompetensi dasar atau “civic competence” sebagai perekatnya.
Komentar
Kompetensi dasar kewarganegaraan ini merupakan dasar ontologi dan sistem pendidikan kewarganegaraan, yang secara fungsionat menjadi titik totak dan muara segala kegiatan epistemotogtsnya, dan secara sosiat kulturat merupakan rambu-rambu substantif pengembangan wawasan aksiologisnya.
Pengertian Civics Education
Rosyada,Dede, et al, (2003).
PKN (CIVED:) Demokrasi,Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani.
Tim ICCE UIN. Jakarta: Prenada Media.
Pegertian Civic Education menurut Henry Randall Waite dalam penerbitan majalah e Citizen and Civics (1986) yaitu : “the science of citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized collections, the individual in his relation to the state.”
(Rosyada, et al, 2003:5).
Komentar
Pengertian pendidikan civics menurut Henry Randall Waite menekankan pada civics sebagai ilmu pengetahuan kewarganegaraan, hubungan manusia, individu, manusia dalam kumpulan organisasi dan hubungan manusia dengan negara. (Rosyada, dkk, 2003:5).
Civic eduducation : A Matter of Values
John Gore (1999:71-72)
Civic Education : A Matter Of Value. Civic Education for Civil Society
ASEAN ACADEMIC PRESS LONDON
When we enter into discussions about values in the classroom and teaching values, the framework presented by Edwin Fenton (1967) remains helpful. Fenton uses a simple three-post clasisication of values:
1. Behavioral. good behavior that facilitates learning is fundamental to good teaching.
2. Procedural. Procedural values relate to a every of thinking that is central to a discipline
3. Substantive .The global movement of people and the global nature of communication contribute to communities that are fast becoming multi racial, multi cultural and multi faith ere such pluralism exists, teacher must be careful about what values they teach explicitly.
Komentar
Ada 3 klasifikasi yang sederhana dari nilai ketika memasuki diskusi mengenai norma di dalam kelas dan pembelajaran yang dibuat oleh Edwin Fontos, yaltu : Behavioral, Kelakuan yang baik menfasilitasi belajar adalah hal yang sangat penting dalam pembelajaran yang baik. Prosedural, Nilai prosedural berhubungan dengan cara berpikir yang sentral terhadap ranah dan Substantive, Pengerahan global masyarakat serta sifat alami dan komunikasi memberikan konstribusi terhadap masyarakat yang akan berubah menjadi multi ras, multi budaya dan multi keyakinan. Apabila pluralisme muncul, maka guru harus berhati-hati mengenai normal yang mereka ajarkan acara explisit.
PKn dalam mencapai kompetensi warganegara
Ace Suryadi (2004) mengatakan bahwa Civic Education menekankan pada empat hal :
Pertama, Civic Education bukan sebagai Indoktrinasi politik, Civic Education sebaiknya tidak menjadi alat indoktrinasi politik dari pemerintahan yang berkuasa. Civic Education seharusnya menjadi bidang kajian kewarganegaraan serta disiplin lainnya yang berkaitan secara langung denga proses pengembangan warga negara yang demokratis sebagai pelaku-pelaku pembengunan bangsa yang bertanggung jawab.
Kedua, Civic Education mengembangkan state of mind, pembangunan karakter bangsa merupakan proses pembentukan warga negara yang cerdas serta berdaya nalar tinggi. Civic education memusatkan perhatian pada pembentukan kecerdasan (civic intelligence), tanggung jawab (civic responbility), dan partisipasi (civic participation) warga negara sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan perilaku demokrasi. Demokrasi dikembangkan melalui perluasan wawasan, pengembangan kemampuan analisis serta kepekaan sosial bagi warga negara agar mereka ikut memecahkan permasalahan lingkungan. Kecakapan analitis itu juga diperlukan dalam kaitan dengan sistem politik, kenegaraan, dan peraturan perundang-undangan agar pemecahan masalah yang mereka lakukan adalah realistis.
Ketiga, Civic Education adalah suatu proses pencerdasan, pendekatan mengajar yang selama ini seperti menuangkan air kedalam gelas (watering down) seharusnya diubah menjadi pendekatan yang lebih partisipatif dengan menekankan pada latihan penggunaan nalar dan logika. Civic education membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial dan memahami permasalahan yang terjadi dilingkungan secara cerdas. Dari proses itu siswa dapat juga diharapkan memiliki kecakapan atau kecerdasan rasional, emosional, sosial dan spiritual yang tinggi dalam pemecahan permasalahan sosial dalam masyarakat.
Keempat, Civic Education sebagai lab demokrasi, sikap dan perilaku demokratis perlu berkembang bukan melalui mengajar demokrasi (teaching democracy), akan tetapi melalui penerapan cara hidup berdemokrasi (doing democracy) sebagai modus pembelajaran. Melalui penerapan demokrasi, siswa diharapkan akan seceptnya memahami bahwa demokrasi itu penting bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


Fundamental Values and Principles
National Standards for Civics and Government
by the Center for Civic Education
from the National Standards for Civics and Government
1. Individual rights,
2. Liberty the public or common good
3. Self government
4. Equality
5. Diversity
6. Openness and
7. Free inquiry
Komentar
Pokok nilai dan Prinsip dari Standard nasional untuk Pelajaran Kewarganegaraan dan Pemerintahan
1. Hak individu,
2. Kebebasan publik atau kebaikan umum
3. Swapraja
4. Persamaan
5. Keaneka ragaman
6. Keterbukaan dan
7. Pemeriksaan gratis
The Six Pillars of Character
from Character Counts,
by the Josephson Institute
The Six Pillars of Character
1. Trustworthiness
2. Respect
3. Responsibility
4. Fairness
5. Caring
6. Citizenship
Komentar
Enam Pilar dari karakter
1. Rasa hormat
2. Tanggung jawab
3. Kewajaran
4. Kepedulian
5. Kewarga negaraan
Faktor kontekstual yang mempengaruhi definisi dan pendekatan dalam PKn
(Kerr : 1999 : 5)
Contextual factors which influence the definition of and approaches to citizenship education are :
1. Historical tradition
2. Geographical position
3. Social-political structure
4. Economic system
5. Global trends
Faktor Struktural yang mempengaruhi PKn
(Kerr : 1999 : 7)
Detailed structure factors in citizenship education, are :
1. Organisation of and responsibilities for education
2. Educational values and aims
3. Funding and regulatory arrangements
Komentar
Faktor Struktural yang mempengaruhi PKn adalah :
1. Pengaturan dan tanggung jawab terhadap pendidikan
2. Nilai dan tujuan pendididkan
3. Pengaturan pendanaan dan perundangan
Esensi PKn Indonesia
Concluding Remark
Komperensi CICED 1999.
“ The development of democratic ideal, values, norm, knowledge, skill. Psychologically and socialy facilitating citizens as. Well as society to perform their respects and responsibility as intelligent and society responsible social acters and leaders of society, (1999:4)
Komentar :
“Pengembangan ide-ide, nilai-nilai, norma-norma, pengetahuan dan keahlian politik secara psikologi dan fasilitasi umum warganegara sebagai perwujudan rasa hormat dan tanggung jawab masyarakat sebagai pelaku-pelaku sosial dan pemimpin masyarakat yang cerdas dan bertanggung jawab”
Kurikulum CIVIC EDUCATION di Indonesia
NU’MAN SOMANTRI (1972)
Istilah Civics dan Education telah muncul dengan nama masing-masing sebagai berikut:
(a) Kewarganegaraan (1956)
(b) Civics (1959)
(c) Kewarganegaraan (1962)
(d) Pendidikan Kewarga Negaraan (1968)
(e) Pendidikan Moral Pancasila (1975)
(f) Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (1994)
(g) Pendidikan Kewarganegaraan (UU No. 20 Tohun 2003)
Definisi PKn
Kurikulum 2004 (Depdiknas. 2003)
Seminar Nasional dan Rakernas PKn 2005
Pendidikan Kewarganegaraan (citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dan segi agama, sosio kultural, bahasa usia. dan suku bangsa untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang Undang Dasar
Strategi Pembelajaran PKn
Seminar Nasional don Rakernas PKn 2005
Dalam kurikulum 2004, (2003:12) dijelaskan bahwa praktek belajar kewarganegaraan adalah suatu. inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori kewarganegaraan metalui pengalaman belajar praktek-empirik. Dengan adanya praktek, siswa diberikan latihan untuk belajar secara kontekstuaLSementara menurut A. Kosasih Djahiri adalah benar-benar terkontrol-terkendali menjurus kepada proses “ Penjinakan” (domesticating) potensi dan kehidupan siswa / masyarakat, jadi bukan kearah memberi kemudahan-kelancaran keberhasilan (facilitating) proses internalisasi-personalisasi substansi serta pembinaan dan pengembangan potensi diri kemampuan belajar
Citizenship Education / Education for citizenship
Cogan, 1999:4
dalam Disertasi Winataputra,MA
both these in-school experiences as well as out-of school of non-formal / informal learning which takes place in The family. the religious organization, community organizations.the media, etc which help to shape The totality of the citizen’
Komentar:
Sebagai pengalamam belajar di sekolah dan diluar sekolah seperti di rumah, dalam orgonisasi keagamaan. dalam organisasi kemasyarakatan, melalui media massa dan lain-lain yang berperan membantu peoses pembentukan totalitas atau keutuhan sebagai warganegara”
PKN yang ideaI di Indonesia
Somantri,Nu’man M.(2001 :299)
Seminar Nasional dan Rakernas PKN 2005
Menyatakan bahwa PKn yang sekiranya akan cocok dengan Indonesia adalah sebagai berikut:
“Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh pengaruh positip dan pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih siswa untuk berfikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak dein dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Empat isi Pokok PKN
Sapriya & Winataputra. 2004:16 Bandung,
Rizki Offset
Empat isi Pokok Pendidikan Kewarganegaraan:
1. Kemampuan dasar dan kemampuan kewarganegaraan sebagai sasaran pembentukan.
2. Standar materi kewarganegaraan sebagai muatan kurikulum.
3. Indikator pencapaiun sebagai kriteria keberhasilan pencapaian kemampuan.
4. Rambu—rambu umum pembelajaran sebagai rujukan alternative bagi para guru.
Tujuan Kewarganegaraan
Somantri, Endang.
Seminar Nasional & Rakernas PKN 2005
“Tujuan utama dan kehendak negara yang memprogramkan pendidikan kewarganegaraan mi adalah untuk mengembangkan warganegara yang mengenal, menerima dan menghayati serta menyadari perannya sebagai pengambil keputusan yang bertanggung jawab yang berkenaan dengan peradaban dan moral dalam kehidupan masyarakat yang demokratis seperti prilakunya diatur oleh pninsip-prinsip moral dalam segala situasi.Secara singkat tujuan yang berfokus pada status kewarganegaraannya adalah untuk mengembangkan pribadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap pembentukan suatu masyarakat yang adil dan mampu melindingi orang atau mahluk lain dan kekejaman dan sebagai bangsa yang merdeka dan demokratis. Dibeberapa negara tujuan ini didukung oleh UUD, Ketetapan dan peraturan negara masing-masing. (CICED,:73)”
Tujuan PKn dalam Kurikulum 2004
Arnie Fadjar, 2005:59
Seminar Nasional & Rakernas PKn 2005
Tujuan mata pelajaran PKn dalam kurikulum 2004, adalah memberikan kompetens kepada peserta did dalam hal:
1. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam rnenanggapi isu-isu kewarganegaraan;
2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan secara cerdas dalam kegiatan masyarakat. berbangsa.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk dan berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia
Hakekat PKn
Amie Fadjar.(2005:56)
Seminar Nasional & Rákernas PKn 2005
Secara filosofi, PKn adalah mengkaji bagaimana warganegara bertindak. dalam arti melakukan sesuatu berdasar apa yang diketahui dan dipabami tentang kewarganegaraan yang selanjutnya dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggunq jawab dalam menghadapi berbagai masalah baik pribadi masyarakat, bangsa dan negara. PKn pada hakekatnya adalah suatu yang dilakukan untuk belajar disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang telah diorganisasilcan secara timatis dan akademik dengan penekanan pada pengetahuan dan kemampuani dan tentang hubungan warganegara yang dlharapkan dapat diwujudkan dalam perilaku sehari-hari berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Strategi pembelajaran PKn
Arnie Fadjar, 2005:61
Seminar& Nasional PKn 2005
Pembelajaran PKn membekali peserta didik sebagai berikut:
  1. Pengetahuan tentang hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang meliputi bidang po1itik pemerintahan, nilai-moral budaya bangsa sebagai identitas bangsa, nasionalisme, ekonomi dan nilai-nilai masyarakat lainnya.
  2. Pemahaman terhadap hak dan tanggung jawab sebagai warganegara Indonesia yang memiliki identitas/ jati diri sebagai bangsa Indonesia,
  3. Pengayaan sumber belajar, bahwa sumber belajar tidak hanya di dalam kelas dan dan buku teks, melainkan diperkaya dengan pengalaman belajar mandiri dan peserta didik yang relevan, baik di sekolah, keluarga. maupun di masyarakat, yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dan menemukan sendini bagaimana berperan serta dalam lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara dengan menggunakan berbagai media sebagai hasil teknologi.
  4. Keteladanan dan nilai-nilai dan prinsip yang dikembangkan dalath PKn melalui sikap dan perilaku sehari-hani, sehingga peserta didik memiliki panutan dalam mewujudkan perilaku yang diharapkan.
  5. Hidup bersama deagan orang lain sebagai satu bangsa, bahwa mata pelajaran PKn termasuk dalam rumpun PIPS, menekankan bagaimana manusia sebagai warganegara dapat bekerja sama dengan orang lain, saling menghormati, menghargai
Citizenship Education
David Kerr, 1999 :an International Comparison
The citizenship education thematic study is designed to enrich our understanding of citizenship education by examining six key aspects:
1. Curriculum aims, organizations and structure
2. Teaching and learning approaches
3. Teacher specializations and teacher training
4. Use of the textbooks and other resources
5. Assessment arrangements
6. Current and future developments
Komentar:
Kelompok Pendidikan studi tematik dirancang untuk memperkaya pemahaman pendidikan kewarganegaraan kita dengan pengujian enam aspek kunci:
1. kurikulum tujuan, struktur dan organisasi
2. pengajaran dan pendekatan belajar
3. pelatihan guru dan spesialisasi
4. penggunaan menyangkut buku teks dan sumber daya lain
5. pengaturan penilaian
6. pengembangan sekarang dan yang akan datang
Ciri Negara Hukum
Jimly Asshiddiqie (2005 152);
Konstitusi & Konstituante, Jakarta MKRI
Dicey rnenguraikan adanya tiga ciri penting Negara Hukum Yang di sebut The Rule of law, yaitu
1) Supremacy of law
2) Equality before law
3) Due process of law
Komentar
Tiga ciri Negara menurut AV Dicey:
1) Supremasi hukum, semua masalah diselesaikan dengan hukum
2) Persamaan dalam hukum dan pemerintahan
3) Asas legalitas, segala tindakan pemerintahan harus berdasarkan UU yang sah
Pentingnya Pendidikan Democracy
Gandal & Finn (1992:2)
Dalam Disertasi Winataputra,2001
“Democracy does not teach it self. I the strengths, benefits and responsibilities of democracy are not mode clear to citizens, they will be ill equipped to defend it
Komentar
“Demokrasi tidak bisa mengajarkan sendiri, jika kekuatan kemanfaatan, dan tanggung jawab demokrasi tidak dipahami dan dihayati dengan baik oleh warganegara,”
Participation and democratic theory
Mansbridge dim Torres (1998:147)
Disertasi Winataputra. (2001)
“...the major fuction of participation in the theory of participatory democracy is_an educative one, educative in a very widest sense
Komentar :
Bahwa fungsi utama dan partisipasi dalam pandangan teori demokrasi partisipasi dalam arti yang sangat luas bersifat edukatif.
Pengertian Demokrasi
Abraham Lincoln & USIS, (1995 :5)
Dalam Disertasi Winatapütra. MA
The Government from the people by the people for the people
Komentar :
Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,untuk rakyat ‘
Syarat Pemerintahan yang demokratis
Drs. Mustafa Kamal Pasha, B. Ed.
Citra karsa mandiri 2002
Syarat untuk terseleggaranya pemerintahan yang demokrasi di bawah rule of the law adalah
1. Perlindungan konstitusional
2. badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
3. pemilihan umum yang bebas
4. kebebasan untuk menyatakan pendapat
5. kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi
6. pendidikan kewarganegaraan (civic education)
Ciri Warganegara Indonesia yang cerdas dan agamis
Udin S Winataputra
Pelatihan Kerja Calon Instruktur Guru PKn Seluruh Indonesia (1999)
Ciri Warganegara Indonesia yang cerdas dan agamis / religius adalah sebagai berikut:
  1. Beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
  2. Berfikir kritis-argumentasi dan kreatif
  3. Mengemukakan pikiran dan perasaan secara Jernih dan sesuai aturan.
  4. Menerima ke-bhineka-an dalam kehidupan.
  5. Berorganisasi secara sadar dan bertanggungjawab
Pendidikan Demokrasi
Isma’un, 2001.
Dalm Pend Nilai Moral Dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan,(2006: 125)
Pendidikan demokrasi dalam PKn dilaksanakan melalui pengembangan pada tiga aspek:
  1. Kecerdasan dan daya nalar warganegara (civic mtelligence) baik dimensi rasional,emosional,dan spiritual,maupun social cultural.
  2. Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warganegara yang bertanggungjawab (civic responsibility)
  3. Kemampuan berpartisipasi warganegara (civic participation) asas dasar tanggungjawab,baik secara individual,secara socia1 sebagai kader pemimpin masa depan yang lebih baik.
TIGA KOMPONEN PKN
Biggs john (2003)
Pend Nilai Moral Dalam dimensi PKn (2006 :154)
New Civics yang dikembangkan sekarang di sekolah menyongsong kurikulum KBK adalah pernantapan tiga komponen pokok yaitu:
1) Civic knowledge 2). Civic skill 3). Civic disposition.
Komentar :
Ketiga aspek diatas merupakan aspek yang tidak bisa dipisahkàn dari satu aspek pada aspek lainnya.
Esensi PKn Indonesia
Concluding Remark
Komperensi CICED 1999.
“ The development of democratic ideal, values, norm, knowledge, skill. Psychologically and socialy facilitating citizens as. Well as society to perform their respects and responsibility as intelligent and society responsible social acters and leaders of society, (1999:4)
Komentar :
“Pengembangan ide-ide, nilai-nilai, norma-norma, pengetahuan dan keahlian politik secara psikologi dan fasilitasi umum warganegara sebagai perwujudan rasa hormat dan tanggung jawab masyarakat sebagai pelaku-pelaku sosial dan pemimpin masyarakat yang cerdas dan bertanggung jawab”
Inti PKN adalah Pendidikan Demokrasi
Sudarsono, 1999
Dalam Conference CICED, 1999
the ideals and values of democracy and their implementations in daily activities at micro as well as macro levels can be regarded as the heart of civil society’ democracy living should be fostered in order that we should be able to establish a good Indonesian civil society”, ...the existing civic education both for school and for society should be reassessed and redesigned”.
Komentar :
“dari situ dengan tegas tampak adanya kecendrungan yang kuat untuk menetapkan pendidikan demokrasi sebagal intinya dari pendidikan Kewarganegaraan.
Definition Civic Education
Jack Allen,1960,
dalam Somantri N.M. 2001: 263
“ Civic Education, property defined, as the product, of the entire program of the school, certainly not simply of the social studies program and assuredly not merely of a course of civics. But civics has an important function to perform, It confronts the young adolescent for the first time in his school experience with a complete view of citizenship functions, as rights and responsibilities in democratic context”.
Komentar :
PKN didefinisikan sebagai hasil seluruh program sekolah, bukan merupakan program tunggal ilmu-ilmu sosial, dan bukan sekedar rangkaian pelajaran tentang kewarganegaraan. Tetapi kewarganegaraan mempunyai fungsi penting untuk melakukan, yaitu menghadapkan remaja, peserta didik pada pengalaman di sekolahnya tentang pandangan yang menyeluruh terhadap fungsi kewarganegaraan sebagai hak dan tanggung jawab dalam suasana yang demokratis.
Pengertian PKN
Materi Latihan Kerja guru PPKn
Depdikbud, 2000: 2
“PPKn adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang akar pada budaya bangsa Indonesia yang dapat diwujudkan dalam bentuk prilaku kehidupan sehari-hari peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dan mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Juga bermaksud membekali peserta didik dengan budi pekerti, pengetahuan, dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antar warganegara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”.
Fungsi PKN
Depdiknas, Proyek PKN & BP (2000: 21)
Fungsi PKN sebagai berikut :
  1. Mengembangkan dan metestarikan nilai moral Pancasila secara dinamis dan terbuka. Dinamis dan terbuka dalam arti bahwa nitai moral yang dikembangkan mampu menjawab tantangan perkembangan yang terjadi datam masyarakat, tampa kehitançian jati din sebagai bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat;
  2. Mengembangkan dan membina manusia Indonesia seutuhnya yang sadar potitik dan konstitusi negara Kesatuan Republik Indonesia ditandaskan Pancasila dan UUD 1945;
  3. Membina pemahaman dan kesadaran terhadap hubungan antara warganegara dengan negara, antar warga negara dengan sesama warganegara, dan pendidikan pendahuluan bela negara agar mengetahui serta mampu melaksanakan dengan baik hak dan kewajiban sebagai warganegara.
Pendidikan Kewarganegaraan
Drs. Musfafa Karnal Pasha ; Citra Karsa Mandiri, 2002
Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil, akan membuahkan sikap mental yang bersifat cerdas, penuh tanggung jawab dengan perilaku sebagai berikut :
  1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati nilai-nilai Pancasila
  2. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam masyarakat berbangsa dan bernegara.
  3. Bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak-hak dan kewajibannya sebagai warganegara.
  4. Bersikap professional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara
  5. Aktif memanfaatkan ilmu dan teknologi serta setia untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa, dan negara.
DEFINISI PKn
Kurikulum 2004 (bepdiknas. 2003:7)
Seminar Nasional& Rakernas PKn 2005
Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dan segi agama, sosio kultural, bahasa, usia,dan suku bangsa untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang Undang basar 1945
Misi PKN dengan Paradigma yang direvitalisasi
Sapriya & Winataputra ;
Bindung, Rizki Offset, 2004
“Pendidikan demokrasi mengemban tiga fungsi pokok, yaitu :
* Mengembangkan kecerdasan warga negera (civic intelligency);
* Membina tanggung jawab warga negara (civic responsibility)’
* Mendorong partisipasi warganegara (civic participation)
Watak Kewarganeraan
Branson (1999 2 V
Dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
Prof, Dr Hj. Ranidar Darwis, M . Pd. (2003:38)
Watak Kewarganegaraan yang utama itu adalah
  1. menjadi anggota masyarakat yang independent
  2. mematuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik
  3. menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu
  4. berpartisipasi dalam urusan—urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana
  5. mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitisional secara sehat.


Tujuan “citizenship education” di UK
dalam Budimansyah & Winataputra (2007:15)
“…that citizenship education is education for citizenship, behaving and acting as citizen, therefore is not just knowledge of citizenship and civic society. It also implies developing values, skills and understanding”.
Komentar :
Yakni bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan untuk kewarganegaraan, karena itu bukanlah hanya menekankan pada pengetahuan kewarganegaraan dan masyarakat kewargaan, tetapi juga pada pengembangan nilai, keterampilan dan pengertian.


HISTORIS CIVIC EDUCATION
NU’MAN SOMANTRI (1972)
Istilah Civic dan Education telah muncul dengan nama masing-masing sebagai berikut:
(1) Kewarganegaraan (1956)
(2) Civics (1959)
(3) Kewarganegaraan (1962)
(4) Pendidikan Kewarga Negaraan (1968)
(5) Pendidikan Moral Pancasila (1975)
(6) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (1994)
(7) Pendidikan Kewarganegaraan (UU No.20 Tahun 2003)


WATAK KEWARGANEGARAAN
Branson (1999:22-23) .
Dlm Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap.
Dr. Hj. Ranidar Darwis, M.Pd (2003:38)
Watak Kewarganegaraan yang utama itu adalah:
a. Menjadi anggota masyarakat yg independent
b. Mematuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik
c. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu
d. Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksanaMengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat.


Civil Society
Sudarsosno (1999)
dalam
Civic Education (2007:215)
Dalam konteks Indonesia yang berlandaskan Pancasila, demikian ditegaskan oleh Sudarsono (1999), “civil society” atau masyarakat madani Indonesia yang baik secara kualitatif di tandai
“…true beliefs in and sacrifice for God, respect of human rights, enforcement of rule of law, extension of participation of citizens in publiv decision making at varous livels, and implementation of new form of civic education to develop smart and good citizens “
Komentar:
Yakni keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, jaminan hak Azasi manusia, penegakan prinsip “rule of law”, partisipasi yang luas dari warganegara dalam pengambilan keputusan publik di berbagai tingkatan dan pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan untuk mengembangkan warganegara Indonesia yang erdas dan baik.
Ciri utama Masyarakat Madani
Tilaar (1999: 159-160)
Dalam
Pendidikan, kebudayaan dan masyarakat madani Indonesia
Menekankan adanya empat ciri utama masyarakat madani, yakni:
  1. Kesukarelaan
  2. Keswasembadaan
  3. Kemandirian tinggi terhadap negara
  4. Keterkaitan kepada nilai-nilai hukum yang di sepakati bersama


Prinsip Masyarakat Madani
Sukidi (Tilaar, 1999:160)
Dalam
Pendidikan, kebudayaan dan masyarakat madani Indonesia
Sepuluh Prinsip masyarakat Madani yakni:
  1. Kebebasan beragama
  2. Persaudaraan seagama
  3. Persatuan politik dalam meraih cita-cita bangsa
  4. Salaing membantu
  5. Persamaan hak dan ewajiban warganegara terhadap negara
  6. Persamaan di depan hukum bagi setiap warganegara
  7. Penegakan hukum demi tegaknya keadilan dan kebenaran tanpa pandang bulu
  8. Pemberlakuan hukum adat yang tetap berpedoman pada keadilan dan kebenaran
  9. Perdamaian dan keadilan
  10. Pengakuan hak atas setiap orang atau individu


Pendidikan Multikultural
James Banks (1994) menjelaskan bahwa pendidikan multikultural memiliki lima dimensi yang saling berkaitan:
· Content integration.
mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran/disiplin ilmu.
· The Knowledge Construction Process.
Membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin).
· An Equity Paedagogy.
Menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya ataupun sosial.
· Prejudice Reduction.
Mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka.
· An empowering school culture and social structure.
Memberdayakan dan struktur social untuk memandang sekolah sebagai system social yang kompleks, yang mencakup reformasi semua aspek pendididikan.
Pendidikan Multikultural
Paul Gorski,
Six Critical Paradigm Shiifd For Multicultural Education and The Question We Should Be Asking,
dalam http://www . Edchange.org/multicultural.
Gorski, bahwa pendidikan multikultural harus memliki tiga jenis transformasi, yakni: (1) transformasi diri ( the transformation of self); (2) transformasi sekolah dan proses belajar mengajar (the transformation of school and schooling), dan (3) transformasi masyarakat (the transformation of society).


Pendidikan Multikultural
Sonia Nietto
Affirming Diversity (1991:208)
Pendidikan multicultural berdasarkan filosofis pendidikan kritis (Critical pedagogy) yakni berfokus pada pengetahuan, refleksi dan tindakan sebagai basis perubahan social, serta pengambangan prinsip demokratis untuk keadilan social dimana pendidikan multicultural didefinisikan sebagai 1) pendidikan antirasis, 2) merupakan pendidikan dasar, 3) pendidikan multikultur untuk semua siswa, 4) pendidikan multicultural bersifat prevasiv, 5) pendidikan multikutural adalah sebuah proses 7) pendidikan multicultural adalah pedagogik kritis.

Anotasi

Definitions of citizenship W. Kymlicka, W. Norman Return to the Citizen: A Survey of Recent Work on Citizenship Theory. In: R. Be...