Jumat, 30 Mei 2008

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A. Pengantar
Banyak Negara mengakui bahwa pendidikan merupakan tugas Negara yang amat penting. Bangsa yan ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia, tentu sepakat bahwa pendidikan meruakan kunci, dan tanpa kunci itu usaha itu akan gagal.
Asumsi-asumsi yang melandasi program-program pendidikan sering kali tidak sejalan dengan hakekat belajar, dan hakekat orang yang mengajar. Dunia pendidikan , lebih khusus lagi dunia belajar, didekati dengan paradigma yang tidak mampu menggambarkan hakekat belajar dan pembelajaran secara komprehensif. Praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran sangat diwarnai oleh landasan teoritik dan konseptual yang tidak akurat. Pendidikan dan pembelajaran selama ini hanya mengagungkan pada pembentukan perilaku keseragaman, dengan harapan akan menghasilkan keteraturan, ketertiban, ketaatan dan kepastian (Degeng, 2000).
Sistem pendidikan yang dianut bukan lagi suatu upaya pencerdasan kehidupan bangsa agar mampu mengenal realitas diri dan dunianya, melainkan suatu upaya pembuatan kesadaran yang disengaja dan terenana (Berybe,2001) yang menutup proses perubahan dan perkembangan. Kita perlu melakukan kaji ulang, atau dengan ungkapan yang lebih memasyarakatkan kita perlu melakukan reformasi, redifinisi dan reorientasi bahkan revolusi terhadap landasan teoritik da konseptual belajar dan pembelajaran.
Peserta didik adalah manusia yang identitas insaninya sebagai subyek berkesadaran perlu dibela dan ditegakkan lewat sistemdan model pendidikan yang bersifat ”bebas dan egaliter”. Hal ini hanya dapat dicapai lewat proses pendidikan bebas dan metode pembelajaran aksi dialogal. Untuk mengembangka agar manusia menjadi matang tidak cukup hanya dilatih, tetapi juga harus dididik. Siswa harus dididik untuk realis, mengakui kehidupan yang multi-dimensional, tidak seragam, dan diajak menghayati kebinekaan yang saling melengkapi. Mendidik bukan berarti sekedar menjadikan anak trampil secara praktis terhadap lingkungan. Medidik juga berarti membantu anak untuk menjadi dirinya dan peka terhadap lingkungannya.
Banyaknya aturan yangseringkali muncul dalam pembelajaran, akan menyebabkan anak selalu diliputi rasa takut. Lebih jauh, anak akan kehilangan kebebasan berbuat dan melakukan kontrol diri. Akibat yang timbul dari penekanan kebebasan, anak akan mengembagkan pertahanan diri (defence mechanism), sehingga yang dipelajari bukanlah pesan-pesan pembelajaran, melainkan cara-cara untuk mempertahankan diri mengatasi rasa takut. Anak-anak demikian tidak akan mengalami growth in learning. Disamping kebebasan, hal yan penting pelu ada dalam lingkungan belajar yang demokratis adalah realness. Sadar bahwa anak mempunyai kekuatan disamping kelemahan.
Para pendidik dan para peracang pendidikan serta pengembang program-program pembelajaran perlu menyadariakan pentingnya pemahaman terhadap hakikat belajar dan pembelajaran. Berbagai teori belajar dan pembelajaran seperti teori behavioristik, kognitif, kondtruktivistik, humanistik, sibernetik, revolusi-sosiokultural, dan kecerdasan ganda, penting untuk dimengerti dan diterapkan sesuai dengan kondisi dan konteks pembelajaran yang dihadapi.
Banyak teori belajar dan pembelajaran yang dapat direkomendasikan dan digunakan dalam proses belajar dan pembelajaran, meliputi antara lain:
A. Teori Deskriptif dan Teori preskriptif
Bruner mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah deskriftif. Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, dan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah memberikan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar, atau bagaimana seseorang belajar. Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar, atau upaya mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar.
I Teori pembelajaran yang deskriptif menempatkan variabel kondisi dan metode pembelajaran sebagai given, dan memberikan hasil pembelajaran sebagai variabel yang diamati. Atau kondisi dan metode pembelajaran sebagai variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel yang tergantung. Sedangkan teori pembelajaran yang preskriptif, kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan sebagai given, dan metode yang optimal ditempatkan sebagai variabel yang diamati, atau metode pembelajaran sebagai variabel yang tergantung.
Teori preskriptif adalah good oriented (untuk mencapai tujuan), sedangkan teori deskriptif adalah good free (untuk memberikan hasil).Variabel yang diamati dalam pengembangan teori-teori pembelajaran yang preskriptif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran deskriptif variabel yang diamati adalah hasil sebagai efek dari interaksi antara metode dan kondisi.

B. Teori Belajar Behavioristik dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Teori belajar behavioristik mengemukakan, bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati dan diukur. Yang bisa diamati dan diukur hanyalah stimulus dan respons.
Penguatan (reinforcement) adalah faktor penting dalam belajar. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement), maka respons akan semakin kuat. Demikian juga jika penguatan dikurangi (negative reinforcement), maka respons juga akan menguat.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktifitas ”mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagain-bagian ke keseluruhan pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban benarf menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaakan tugas belajarnya.

C. Teori Belajar Kognitif dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaftasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.
Piaget mengemukakan, bahwa kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola dan tahap-tahap perkembangan tertent dan umur seseorang, serta melalui proses asimilasi, akomodasi dan equilibrasi. Sedangkan Bruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur pesan atau informasi, dan bukan ditentukan oleh umur. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap enaktif, ikonik, dan simbolik. Sedangkan Ausubel mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang t lah dimilikinya dengan pengetahuan baru. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna stimulus, menimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks. Pebedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sanga mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.

D. Teori Belajar Konstruktivistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang memiliki kepekaan, mandiri, bertanggung jawab dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat, serta mampu berkolaborasi dalam memecahkan masalah, diperlukan layanan pendidikan yang mampu melihat kaitan antara ciri-ciri manusia tersebut, dengan praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran untuk mewujudkannya. Pandangan konstruktivisme, bahwa belajar merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah kepada tujuan tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal pada diri siswa.
Proses belajar sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asmilasi dan akomodasi akan membentuk suatu konstruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran struktur kognitifnya. Guru-guru konstruktivistik yang mengakui dan menghargai dorongan diri manusia/siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, kegiatan pembelajaran yang dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktivitas konstruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.
Karakteristik pembelajaran yan dilakukannya adalah:
a. membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan , dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan ide-idenya secara lebih luas.
b. Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan di antara ide-ide atau gagasannya, kemudian memformulasikan kembali ide-ide terdebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
c. Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, di mana terdapat bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interprestasi.masuk
d. Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilainnya merupakan suatu usaha yang kompleks, suka dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.

E. Teori Belajar Humanistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Teori humanistik mengemukakan, bahwa tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri atau siswa telah mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal.
Semua komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu sangat perlu diperhatikan bagaimana perekmbangan peserta didik dalam mengaktualisasikan dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri. Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh guru dalam merencanakan pembelajaran, karena seseorang akan dapat bealajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia akan berkembang. Dengan demikian teori humanistik mampu menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.
Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuan.
Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi siswa (Rogers dalam Snelbecker, 1974). Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi siswa, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperensial (experiential learning).
Dalam prakteknya teori humanistik cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Oleh sebab itu, langkah-langkah pembelajaran yang hampir mangacu pada teori ini (Suciati dan Prasetya Irawan, 20010, meliputi sebagai berikut:
a. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
b. Menentukan materi pelajaran
c. Mengidetifikasi kemampuan awal (entry behavior)siswa
d. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.
e. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.
f. Membimbing siswa belajar secara aktif.
g. Membimbing siswa untuk memeahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya.
h. Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.
i. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata.
j. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

F. Teori Belajar Sibernetik dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses interaksi yang tidak dapat diamati secara lansung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang terbatas. Menuru gagne, untuk mengurangi muatan memori kerja bentuk pengetahuan yang dipelajari dapat berupa; proporsi, prosuduksi, dan mental images. Teori Gagne dan Briggs mempreskripsikan adanya : (1) kapabilitas belajar, (2) Peristiwa pembelajaran, (3) pengorganisasian/urutan pemelajaran. Kapabiltas belajar kaitannya dengan unjuk kerja dirumuskan oleh Gagne sebagai berikut (Degeng, 1989).
No
Kapabilitas Belajar
Unjuk Kerja
1
Informasi verbal
Menyatakan informasi
2
Keterampilan Proses
Menggunakan simbol untuk berinteraksi dengan lingkungannya

- Diskriminasi
Membedakan perangsang yang memiliki dimensi fisik yang berlainan

- Konsep Konkrit
Mengidentifikasi contoh-contoh konkrit

- Konsep Abstrak
Mengklasifikasi contoh-contoh dengan menggunakan ungkapan verbal atau definisi.

- Kaidah
Menunjukkan aplikasi suatu kaidah

- Kaidah tingkat lebih tinggi
Mengembangkan kaidah baru untuk memecahkan masalah
3
Strategi Kognitif
Mengembangkan cara-cara baru untuk memecahkan masalah. Menggunakan berbagai cara untuk mengontrol proses belajar mengajar dan atau berpikir
4
Keterampilan motorik
Melakukan gerakan tubuh yang luwes, cekatan, serta denga urutan yang benar.

Teori belajar pemerosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Tahapan-tahapan ini dapat dimudahkan dengan menggunakan metode pembelajaran yang mengikuti urutan tertentu sebagai peristiwa pembelajaran (the evens if instruction), yang mempreskripsikan kondisi belajar internal dan eksternal utama untuk kapabilitas apapaun. Sebilan tahapan dalam peristiwa pembelajaran yang diasumsikan sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah:
1. Menarik perhatian
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
3. Merangsang ingatan pada prsyarat belajar
4. Menyajikan bahan perangsang
5. Memebrikan bimbingan belajar
6. Mendorong unjuk kerja
7. Memberikan balikan informatif
8. Menilai unjuk kerja
9. Meningkatkan retensi dan alih belajar
Dalam mengorganisasikan pembelajaran perlu dipwertimbangkan ada tidaknya prasyarat belajar untuk suatu kapabilitas, apakah siswa telah memiliki prasyarat belajar yang diperlukan. Ada prasyarat belajar utama, yang harus dikuasi siswa, dan ada prsyarat belajar pendukung yan dapat memudahkan belajar. Pengorganisasian pembelajaran untuk kapabilitas belajar tertentu dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan intelektual.
Menurut Gagne, prasyarat belajar utama dan keterkaitan satu dengan lainnya digambarkan dalam hirarki belajar. Reigeluth membedakan struktur belajar sebagai keterempilan yang lebih tinggi letaknya di atas, sedangkan keterampilan tingkat yang lebih rendah ada di bawahnya.
2. Pengorganisasian pembelajaran ranah informasi verbal
Kemampuan ini menghendaki siswa untuk dapat mengintegrasikan fakta-fakta ke dalam kerangka yang bermakna baginya.
3. Pengorganisasian pembelajaran ranah strategi kognitif
Kemampuan ini banyak memerlukan prasyarat keterampilan intelktual, maka perlu memasukkan keterampilan-keterampilan intelektual dan informasi cara-cara memecahkan masalah.
4. Pengorganisasian pembelajaran ranah sikap
Kemampuan ini memerlukan prasyarat sejumlah informasi tentang pilihan-pilihan tindakan yang tepat untuk situasi tertentu, juga strategi kognitif yang dapat membantu memecahkan konflik-konflik nilai pada tahap pilihan.
5. Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan motorik
Untuk menguasai keterampilan motorik perlu dimulai dengan mengajarkan kaidah mengenai urutan yang harus diikuti dalam melakukan untuk kerja keterampilan yang dipelajari. Diperlukan latihan-latihan mulai dari mengajarkan bagian-bagian keterampilan secara terpisah-pisah kemudian melatihkannya ke dalam kesatuan keterampilan.
Keunggulan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemerosesan informasi adalah:
Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
Penyajian pengetahuan emmenuhi aspek ekonomis
Kapabilitas belajar dapat disajikan lebihlengkap
Adanyaketerarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingij dicapai
Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
Kontrol belajar (content control, pace control, display control, dan conscious control) memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu (prinsif perbedaan individu terlayani).
Balikan informative memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Dengan demikian aplikasi teoeri sibernetik dalam kegiatan pembelajarn yang dikemukan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
Menentukan materi pembelajaran
Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pembelajarn
Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut (apakah algoritmik atau heuristik).
Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
Menyesuaikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran.

G. Teori Belajar Revolusi-Sosiokultural dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Gagasan Vygotsky mengenai reconstruction of knowledge in socialo setting bila diterpakan dalam konteks pembelajaran, guru perlu memperhatikan hal-hal berikut:
Pada setiap perencanaan dan implementasi guru harus dipusatkan kepada kelompok anak yang tidak dapat memecahkan masalah belajar sendiri, yaitu mereka yang hanya dapat solve problem with help.
Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan (helps) yang dapat mempasilitasi anak agar mereka dapat emmecahkan permasalahan yang dihadapinya. Dalam kosa kata Psikologi Kognitif, bantuan-bantuan ini dikenal sebagai cognitive scaffolding. Bantuan-bantuan tersebut dapat dalam bentuk pemberian contoh-contoh, petunjuk atau pedoman mengerjakan, bagan/alur., langkah-langkah atau procedur melakukan tugas, pemberian balikan.
Bimbingan atau bantuan dari orang dewasa atau teman yang lebih kompeten sangat efektif untuk meningkatkan produktivitas belajar. Bantuan-bantuan tersebut tentunya harus sesuai dengan konteks sosio-kultural atau karakteristik anak. Bantuan dari orang dewasa atau teman, akan bermanfaat untuk memahami alat-alat semiotik, seperti bahasa, tanda, dan lambang-lambang. Anak mengalami proses internalisasi yang selanjutnya alat-alat ini berfungsi sebagai mediator bagi proses-proses psikologis lebih lanjut dalam diri anak. Maka bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif-kolaboratif, serta pembelajaran kontekstual sangat tepat diterapkan.
Kelompok anak yang cannot solve problem meskipun telah diberikan berbagai bantuan, perlu diturunkan ke eklompok yang lebih rendah kesiapan belajarnya sehingga setelah diturunkan, mereka juga berada pada zone of proximal develoopment nya sendiri, dan oleh karena itu, siap memanfaatkan bantuan atau scaffolding yang disediakan. Sedangkan kelompok yang telah mampu solve problems independently harus ditingkatkan tuntutannya, sehingga tidak perlu buang-buang waktu dengan tagihan belajar yang sama bagi kelompok anak yang ada dibawahnya.
Dengan pengkonsepsian kesiapan eblajar demikian, maka pemahaman tentang karakteristik siswa yang berhubungan dengan sosio-kultrural dan kemampuan awalnya sebagai pijakan dalam pembelajaran perlu lebih dicermati artikulasinya, sehingga dapat dihasilkan perangkat lunak pembelajaran yang benar-benar menantang namun tetap produktif dan kreatif.

H. Teori Kecerdasan Ganda dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Kecerdasan ganda sebenarnya merupakan teori yang bersifat filosofis. Pendidikan/pembelajaran ditinjau dari sudut pandang kecerdasan ganda lebih mengarah kepada hakekat dari pendidikan itu sendiri, yaitu yang secraa leangsung berhubungan dengan eksistensi, kebenaran, dan pengetahuan. Gambaranya tentang pendidikan diwarnai oleh Dewey yang mendasarkan diri pada pendidikan yang besifat progresif.
Katagori-katagori yang banyak digunakan orang selama ini adalah katagori musik, pengamatan ruang, dan body-kinestetik (Amstrong,1994). Adalah hal yang baru ketika Gardner memasukkan kategori-kategori itu semua ke dalam pengertian kecerdasan. Gardner mengidentifikasi ada 8 macam kecerdasan manusia dalam memahami dunia nyata, selanjutnya teori ini di perkuat oleh para tokoh sehiingga ada 10 kecerdasan, antara lain:
Kecerdasan verbal/bahasa (verbal linguistic intellegence)
Kecerdasan logika/matematik (logical/matematical intelegence)
Kecerdasan visual/ruang (visual/spatiak intellegence)
Kecerdasan tubuh/gerak tubuh (body/kinesthetic intellegence)
Kecerdasan musical/ritmik (musical/rhythmic intelligence)
Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence)
Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence)
Kecerdasan naturalis (naturalistic intelligence)
Kecerdasan spiritual (spiritualist intelligence)
Kecerdasan eksistensial (exsistensialist intelligence)
Strategi dasar dalam kegiatan belajar untuk mengembangkan kecerdasan ganda adalah sebagai berikut:
1. Awakening intellegence (Activating the senses and turning on the brain). Membangunkan/memicu kecerdasan, yaitu upaya untuk mengaktifkan indera dan menghidupkan kerja otak.
2. Amplifying intelligence (Exercise & strengthening awakened capacities). Memperkuat kecerdasan, yaitu dengan cara memberi latihan dan memperkuat kemampuan membangunkan kecerdasan.
3. Teaching for/with intelligence (structuring lessons for multiple intelligence). Mengajarkan dengan/untuk kecerdasan, yaitu upaya-upaya mengembangkan struktur pelajaran yang mengacu pada penggunaan kecerdasan ganda.
4. Transferring inelligences (Multiple ways of knowing beyond the classroom). Mentransfer kecerdasan, yaitu usaha untuk memenfaatkan berbagai cara yang telah dilatihkan di kelas untuk memahami realitas di luar atau pada lingkungan nyata.
Garder juga merancang dasar-dasar “tes” tertentu, di mana setiap kecerdasan hanya dipetimbangkan sebagai intelegensi yang terlatih dan memiliki banyak pengalaman, yang tidak disebut sebagai talenta atau bakat. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam teori kecerdasan ganda, yaitu: (1) setiap orang memiliki semua kecerdasan-kecerdasan itu; (2) Banyak orang dapat mengembangkan masing-masing kecerdasan sampai ke tingkat yang optimal; (3) Kecerdasan biasanya bekerja bersama-sama dengan cara yang unik; (4) ada banyak cara untuk menjadi cerdas.
Pengalaman-pengalaman menyenangkan ketika belajar akan menjadi aktivator bagi perkembangan kecerdasan pada tahap perkembangan berikutnya. Sedangkan pengalama-pengalaman yang menakutkan, memalukan, menyebabkan marah, dan emosi negatif lainya akan menghambat kecerdasan pada tahapp berikutnya.
Kegiatan-kegiatan yang dapat digunakan

Tidak ada komentar:

Anotasi

Definitions of citizenship W. Kymlicka, W. Norman Return to the Citizen: A Survey of Recent Work on Citizenship Theory. In: R. Be...